Kontes SEO Gudangpoker.com

Kunjungi

Rabu, 07 Oktober 2009

..........penantian kodok bodoh.........

Penantian kodok bodoh


Gizqa..........
Slalu dia.......
Kenapa bukan aku aja yach…..
Orang-orang slalu bilang kalau gizqa itu beda banget ma Aku,,,padahal kita kan kembar…...
Jika mereka melihat Gizqa,,,,
Slalu saja terpukau,,,karena memang Gizqa itu lebih manis dan cantik Daripada aku.......
Jauh lebih manis.....
Jika smua orang slalu menggaguminya,,,,
Aku hanya bisa berlari pulang,,
Dan menangis di pangkuan Ibuku......
Dia tau kalau aku slalu dibeda-bedakan dengan Gizqa........
Karena itu Ibu slalu menyamakan apa yang kami punya…..
Baju, potongan rambut, aksesoris ,dll.........
Tapi aku masih merasa beda banget........


Aku iri pada Gizqa.
Kenapa Gizqa bisa tampak lebih sempurna daripada aku.......
Untuk sekarang,,,
saat umurku sudah mencapai 16,,,
seperti saat ini,
Aku bertekad akan menjadi seperti Gizqa.....
Lihat saja,
mula sekarang pandangan semua orang tidak hanya pada Gizqa Syura Putri saja........
Tapi juga pada Fizqa Syura Putri juga...
Harus.....
Itu tekad ku……


“,”
“Gisqa, Aku boleh ga’ jadi seperti kayak kamu, umh, maksudku gaya dan penampilan yang mirip kayak kamu,,,boleh?” Tanyaku memelas pada kakakku itu.
“Beneran yakin ni?”
“Yup yakin 100%”
Kemudian Gizqa bergegas mengambil sekotak penuh peralatan make up-nya, lalu menghapiriku. Bisa kurasakan dia mulai mengotak-atik penuh wajahku.
“Yach udah selesei” seru Gizqa selang beberapa menit berlalu.
“Sekarang waktunya nyari baju, tapi sebelumnya itu pake kontak lens dulu yach” lanjutnya
“Kenapa? Kacamataku masih bagus kok?”
“Ya betul sih, tapi kacamata itu dah ga’ jaman lagi Fiz. Nurut aja deh, katanya mau jadi Aku?”
“Ya udah deh ga’ papa,”
Gizqa mengambil pelan kacamataku. Kemudian memintaku memilih koleksi kontak lens dia punya yang akan kupakai ntar. Aku memilih yang berwarna abu-abu, sepertinya ini menarik.
“Ah……buram, Giz,”
“Yah… itu pengalaman untuk pemula” jawabnya singkat
Seperti yang Gizqa bilang, ia menarik langsung tanganku kemudian mendudukkanku di tempat tidurnya, sementara dia asyik memilih-milih baju yang nantinya akan ku pakai.
“Yah……ini semua untukmu Fiz,”
“Ah…….tapi Giz, kamu gimana ntar?”
“Itu sih gampang, aku bisa beli lagi kok, eh ya, entar kita shopping bareng yuk”
“Ya sudahlah kalau begitu, aku sih nurut ja”
“,”
Menurut Gizqa, aku kini telah benar-benar menjadi “sepertinya”. Tapi entah kenapa, aku merasa masih kurang. Memang sih, semua temen-temen cowokku hari ini terus saja memandangku tanpa berkedip sekalipun. Mungkin batin mereka,”siapa ini?”. Tapi tetep aja masih ada yang kurang. Apa yah,,batinku.
Saat aku melihat Irvin, baru aku sadar. Aku belum bisa membuat Irvin melihatku. Hanya itu. Semua juga tau kalau Irvin itu jenius, cool, tenang, ketua osis, tajir, dan juga keren. Banyak banget cewek disekolah ini yang menggaguminya. Dan klo bisa ada fans clubnya juga. Aku menggaguminya sejak dulu waktu smp. Dulu kami hanya 1 tahun saja sekelas, kelas 8. Tapi kenapa dari dulu irvin hanya melihatku sebagai teman ja. Itu bsa kulihat jelas di matanya. Aku berdiam sejenak. Apa perlu aku katakan ini sama gizqa ya, gumamku.
“Ada apa Fiz, kok tiba-tiba berhenti jalannya, buruan!!!”
“Umh,,,masi ada yang kurang Giz?”
“Apanya yang kurang sih?”
“Aku masih kurang sepertimu”
“Kok bisa, dah mirip kok”
“Tapi aku belom bisa……”
“Belum apa?”
Aku tak menjawab pertanyaan Gizqa. Aku tau Gizqa juga melihat apa yang ku lihat.
“Owww……….itu masalahnya.Irv….”
“Ssttt….jangan disebutin donk Giz, aku malu nih ma dia tau” kataku sambil membungkam mulut Gizqa
“Iya..iya…..Aku tau, lepasin donk”
“Umh, trus gimana?”
“Umh, yang penting sekarang kita ke kelas dulu yach, soalnya aku masih harus ngerjain tugas biologi nih”
“Lah trus masalahku gimana?”
“Tenang ja itu masalah gampang, ntar sebelum kamu pulang sekolah, temuin aku di halaman belakang yah”
“Ok”
Akhirnya setelah itu hatiku mulai tenang. Kami berpisah. Meski kami kembar, kami beda kelas.m gizqa di kelas X-8 dan aku di kelas X-2.
“,”
“Sekarang apa cara kamu Giz?,”
“Sebenernya sederhana sih.”
“Apa?”
“Kamu selama ini kan ga’ pernah nyoba ngobrol ma dia. Yach coba ja kamu sesekali ngobrol, mungkin dengan itu kamu bisa akrab ma dia kan Fiz,”
“Duh Giz, ngbrol? Aku nyapa dia aja ga’ pernah kok, apalagi aku ngajak dia ngbrol. Aku canggung nih”
“Yah….mulai dari sekarang donk dibiasain, gimana sih?”
“Tapi kamu kan dah akrab ma dia, aku minta tolong donk, kamu kenalin aku sama dia. Mungkin dari situ aku ama dia bisa akrab”
“Yah….boleh. Tapi ada satu syaratnya Fiz,”
“Apa?, to the point ja,”
“Kamu harus bisa ngajak dia ngobrol yah…….”
“Oke!!!!! Janji…….”
“Umh….aku punya kejutan buat kamu Fiz,”
“Apa tu?, jarang-jarang nih kamu ngasih aku kejutan,”
“Aku dateng kesini ga’ sendiri loh,”
“Trus…….sama temen? Siapa? Kok ga’ diajak juga kesini sih?”
“Nih mau aku panggil……….Irvin!!!!”
Aku terdiam melongo melihat sosok Irvin yang muncul dari balik pohon. Kenapa bisa aku tak menyadarinya yah, batinku. Jangan-jangan dia juga ikut ndengarin semua pembicaraan aku dan Gizqa. Ahhhh…….tidak, aku malu banget nih,,, tapi gimana? Kakiku ga’ bisa gerak nih.
Aku bisa melihat jelas senyum Irvin berkembang cerah, tanda dia ndengerin semua yang kami bicarakan tadi.
“Sorry, aku ndengerin semuanya loh. Sebenernya sih aku ga’ maksud nguping Fiz, tapi Gizqa nih yang tiba-tiba narik aku kesini trus dia nyuruh aku sembunyi disana.”
Kata Irvin sembari menunjuk pohon tempat ia bersembunyi. Tidak mungkin….Irvin denger semuanya. Gizqaaaaa…….
Saat aku melihat wajah Gizqa, dia hanya menampakkan senyum usilnya, serasa berkata, aku berhasil, wweeeeeeee….
“,”
Kemarin ku pikir adalah mimpi buruk untukku, tapi ternyata itu awal dari mimpi indah. Karena sekarang aku bisa akrab dengan Irvin. Wah….senangnya.
Hari ini saja aku belajar bersama dengannya. Senang sekali. Mungkin besok dan besoknya lagi kami akan semakin akrab yach.
“,”
Menjelang sebulan kami akrab, aku bertekad ngongin semua perasaanku ke Irvin. Yah….ini hari yang bersejarah bukan. Aku menuju kelas x-1, kelasnya irvin tentunya.
“Ahhhh…..Fiz, ikut aku yuk.”Sapa Alidie teman sekelasku
“Kemana?”
“Ke kantin. Lapeeeerr banget nih, yuk?”
“Ta….tapiiiii…..”
“Tapi kenapa?”
“Aku mau ke kelas x-1, pinjem buku.”
“Ahhh…..ntar aja. Ayo keburu mati nih.”
Alidie menarikku kencang menjauhi kelas X-1 yang berada beberapa meter di depanku. Ah..yah sudahlah, gumamku. Niatku sekarang berganti menjadi nemenin alidie ke kantin.
Pas melewati ruang lab ipa, tiba-tiba alidie berhenti. Terdiam kaku memandang seseorang.
“Ada apa die?”
“Itu, capar kamu ma…..”
“Sama siapa?”
Kalian tau capar (calon pacar) yang dimaksud Alidie itu Irvin. Aku selalu bercerita tentang dia pada Alidie. Jelas dia tau betul tentang Irvin, semua dariku.
“Kok ga’ dijawab? Mank sama siapa sih?”
Bosan menunggu jawaban Alidie, aku jadi penasaran ingin melihatnya sendiri. Irvin dan Gizqa berdua-an di Lab IPA, batinku. Apa yang mereka bicarakan yah, gumamku penasaran.
“Umh….die aku ingin…..”
“Ayo kita nguping Fiz, aku penasaran apa yang mereka bicarain sih?”
Ternyata fikiranku sama seperti Alidie.
Kami lalu mengendap-endap memasang telinga mendekat ke pintu. Memang mungkin mereka sudah lama disini, karena mimik mereka menjadi serius.
“Aku bosan berpura-pura terus Giz?”
“Aku juga”
“Sama maksud kamu?”
“Aku suka kamu Vin, sejak kita kelas 9 dulu”
“Apaaaaa…….”
“Aku serius”
“Kamu bohong kan?”
“Ga’. Lagipula kamu kan udah bosen tuh ma Adek ku, mungkin aja kamu mau nerima aku. Aku janji ga’ bilang Fizqa kok!!”
“,”
“Dari kemaren Fizqa kok diem trus yah kenapa?”
“Aku…..juga…..ga’ seberapa tau.”
“Loh die tapi kamu kan sahabat seperjuangannya dia, gimana sih kok ga’ tau, payah…….”
“Ah….diem, Putri Lin Lin. Memperburuk suasana aja”
“Um……terserah. Tapi jangan panggil aku Lin Lin lagi donk. Namaku kan bukan itu tapi Ilin.”
“Ahhh…..iya..iya dasar bawel pergi sana,”
Aku menghela nafas. Aku dengar pembicaraan Ilin dengan Alidie. Mereka bermusuhan dari kecil. Selalu ribut dan tak pernah akur kalau mereka bertemu. Biasanya aku tertawa saat mereka berdebat. Tapi kenapa sekarang tidak bisa.
“Belom tenang juga nih Fiz?”
“…”
“Kok diem Fiz?”
“………, aku ga’ tau die……., aku bingung…….”
“Yah….aku tau kok. Udah ga’ usah dipikirin lagi yach?”
“Sayangnya ga’ bisa Die” kataku sambil menitikkan air mata lagi.
Kemarin setelah ngederin pembicaraan mereka aku langsung bilang ke Alidie,
“Die katanya laper, ke kantin yuk….”
“Umh…..dah ga’ laper kok Fiz. Aku dah kenyang, jadi ga’ perlu ke kantin lagi”
“Ga’ papa ga’ usah sungkan, aku traktir kok”
Lalu aku ngajak Alidie ke kantin. Disana aku menangis diam di pundak sahabatku itu. Perih rasanya orang yang jelas-jelas ku sukai sejak lama, direbut oleh saudara kembaraku sendiri, padahal dia sudah tau dari dulu kalau aku menyukai Irvin. Jahat….jahat….
“,”
Aku memutuskan untuk mengalah. Bisa mengenal Irvin walaupun dalam waktu singkat, itu sudah merupakan hadiah indah dari gizqa. Dan sekarang aku harus membalas jasa-jasanya untuk membantuku menjadi “Gizqa”.
Sekarang aku kembali seperti dulu. Berkacamata, selalu membawa buku kemana pun aku pergi, dan diam.
Jelas saja semua teman-temanku heran, termasuk Irvin dan juga Gizqa.
“loh Fiz kok kamu….”
“ah..aku udah bosen nyamar jadi kamu Giz. Aku capek. Mendingan jadi diriku sendiri”
“nah….gitu donk” seru Irvin yang berada di belakang Gizqa.
Aku tak bisa melakukan apa-apa, selain memalingkan pandanganku dari Irvin dan cepat-cepat pergi.
Aku tau tadi itu aku terbawa emosi sehingga Irvin yang menelan ekspresi tak enak dari ku.
Saat aku memasuki ruang kelas ku, yang pertama kali melihatku adalah Alidie dan Ilin.
“Loh kamu ganti kostum lagi nih Fiz?”
“Iya dund, capek aku jadi Gizqa terus!!” Jawabku ramah pada Ilin.
“Hey….hari ini kalian semua aku traktir bakso 5ribu. Buat ngerayain sahatku yang udah kembali lagi” seru Alidie ke semua anak di kelas.
“Hooooreeeee……….”
“Eh…….Die, apa ini ga’ berlebihan? Masa’ gara-gara aku kamu nraktir anak-anak sih”
“Yah…ga’ papa donk sekali-kali kok. Lagipula aku seneng kamu sadar. Buat ngedapetin Capar tu ga’ harus jadi orang laen Fiz”
“Yach….bener banget. Tapi capar tu anak kelas berapa Fiz?”
“Ahhh…….dasar Lilin Lola……”
“Biarin…..”
“Hahahahaa……kalian berdua ini selalu aja, aneh tapi lucu……”
“,”
Hari ini dimulai misiku untuk ngehindarin Irvin. Aku ingin memberi kesempatan untuk mereka pacaran. Mulai dari jarang dateng pas rapat OSIS, jarang di kelas, and jarang lagi nongkrong di taman kayak dulu. Aku ingin mereka mengerti atas semua yang aku lakuin ini buat mereka berdua. Supaya mereka ga’ perlu malu gitu ke aku. Anggap aja aku ga’ ada. Meski sakit tapi ini semua buat mereka.
Sepertinya irvin telah menangkap gerak-gerikku yang sedikit-dikit menghindarinya. Tiap hari dia berusaha mencariku dan mengejarku menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Kurasa ini hanya perlu waktu sampai irvin bosan kemudian mengatakan yang sebenarnya padaku dan tak berpura-pura lagi.
Hari ini pun sama, aku kepergok di perpus sendirian. Dia berusaha mendekatiku dan minta penjelasan. Jelas aku menghindar. Aku tak mau hal ini diketahui oleh gizqa. Tentunya ia akan sakit hati bila mengetahui keadaannya kayak gini.
“fiz, tunggu!!!”
“aku bilang ga’ ada papun vin. Udah lah, jangan maen kejar-kejaran kayak gini. Kayak anak kecil aja. Aku malu diliatin temen-temen tiap hari kita kayak gini,”
“ya kamu itu yang kayak anak kecil. Semuanya itu tertulis jelas di wajah kamu kalau diantara kita tu ada sesuatu. Kalau kamu ga’ mau kita kejar-kejaran kayak gini lagi, kamu jelasin ke aku donk,”
“kamu marah padaku?” lanjut irvin
“tidak. Aku hanya kecewa padamu”jawabku singkat dan sinis
“tapi kenapa?”
“tanya pada diri kamu sendiri. Kenapa?”
‘maksud kamu?”
“ah……sudahlah vin, tinggalin aku!!!”
Aku diam. Lalu entah kenapa aku melangkah ke arah halaman belakang sekolah. Aku heran bukannya ini tambah ngeberi dia kesempatan buat nangkep aku ya.
“argh….bodoh”
“sekarang kamu mau lari kemana lagi fiz. Udah ga’ ada celah kalau disini,”
“siapa bilang,”
Aku lantas bermaksud pergi menghindar ingin keluar dari situ. Tapi irvin dengan cepat memegang erat tanganku. Lalu perlahan memojokkanku ke sebatang pohon. Ekspresinya menakutkan. Salah….ini salah, seharusnya kan aku yang berwajah begitu dan marah-marah padanya, tapi kenapa sekarang terbalik sih.
“ahh……sakit vin tanganku.”
“aku ga’ akan pernah ngelepasin kamu lagi fiz. Susah buat aku bisa sedeket ini ma kamu”
“lepas vin. Norak ah….sakit vin tanganku”
Rintihku sambil berusaha melepas cengkraman irvin. Cengkramannya itu begitu kuat. Sakitnya sampai ke sekujur tanganku. Setelah benar-benar memojokkanku, ia mulai merenggangkan cengkramannya itu.
“kenapa……?” kata irvin memulai pembicaraan kami
“seharusnya aku vin yang harus tanya begitu padamu”
“aku tak tau sebenarnya kamu ini siapa fiz, aku kira aku sudah cukup mengenalmu tapi ternyata tidak. Aku perlu menyelam lebih dalam lagi supaya mendapatkan hatimu,”
“mendapatkan hatiku? Utuk mendapatkan hati gizqa? Iya?”
“gizqa?”
“ah……sudalah vin kamu melakukan sesuatu yang sia-sia. Kamu hanya membuang-buang waktu”
“aku masih ga’ ngerti maksud kamu?”
“selamat yach, n thankz atas segala sandiwara yang kamu lakuin ke aku demi ngebuat aku berubah jadi ‘gizqa’ sempurna”
“oh……aku sekarang mulai ngerti sekarang. Jadi itu kah masalah yang ngebuat kamu jadi ga’ jelas kayak gini?”
“tanya aja ma dirimu sendiri. Minggir!!!”

Ah……akhirnya aku bisa lepas dari irvin. Aku puas sekaligus sedih. Irvin tetap diam di tempat, buktinya dia nggak ngejar aku lagi kan.
“ Ow iya Vin, kamu tahu ga’ satu hal yang aku sayangkan dari kamu. Aku menunggu kamu itu sama kayak kodok bodoh yang menuggu hujan di musim kemarau”
“Kenapa harus kodok sih?”
“Karena aku suka boneka kodok. Ahhhh…… udah ga’ usah pake tanya-tanya lagi”
Aku melanjutkan lagi langkahku meninggalkan Irvin sendiri. Akhirnya semua sudah aku omongin ke dia. Dengan bekas cengkraman tangan Irvin yang masih membekas di tanganku, aku beranjak ke ruang kelasku.
“,”
“Fiz, yuk pulang bareng” kata Alidie yang membuyarkan lamunanku
“Ok”
“Kok murung lagi sih?, ada masalah apa lagi?”
“Ah……ga’ ada papa kok” kataku sambil mengemasi buku
“Yuk Die,” lanjut ku setelah semua buku-bukuku sudah beres
Aku berjalan menuju pintu sambil menunduk. Aku masih memikirkan soal tadi. Masih sakit, bukan tanganku yang masih membekas cap tangan Irvin, tapi hatiku yang masih sakit.
“Fiz……”
“kenapa Alidie?”
“aku udah tau semuanya, Fiz”
Suara yang tak asing lagi itu membuat pandanganku lurus.
“Irvin!!!”
Kenapa dia kesini?, aku bingung sama dia, apa lagi sih maunya dia itu. Apa kurang cukup dia membuatku jadi seperti ini.
“Tau apa?” lanjutku
“Tanya saja pada sahabatmu ini”
“Alidie?”
“Yah……siapa lagi klo bukan dia”
Refleks pandangan tajamku langsung menggarah pada Alidie. Aku bingung apa sih yang dia katakan pada Irvin, tentangku tentunya. Alidie hanya bisa diam dan menunduk. Sepertinya aku sudah tahu apa yang dimaksud Irvin dan apa yang dikatakan oleh Alidie padanya. Hanya saja aku masih tak mengerti apa sebernernya tujuan alidie mengatakan itu padanya. Aku hanya perlu penjelasan darinya. Tapi aku tak tega. Dia terlihat merasa bersalah.
“Fiz, maaf sebenernya aku………” belum selesei keberanian Alidie menjelaskan padaku kata-katanya disambar oleh Irvin.
“Aku yang memaksanya untuk menjelaskannya padaku”
“Menjelaskan apa? Tak ada yang perlu dijelaskan bukan!!”
“Tentang kita”
“Kita?” kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala
“Bullshit”
Aku bermaksud pergi karena Irvin dan Alidie pun dan menunjukkan gerakan mencegah. Aku bergegas pergi, karena aku takut air mata ku menitik disana.
“Tunggu Fiz,”
Sebuah tangan mencegahku pergi. Dia itu Gizqa. Dia melihat wajahku yang tak berupa Fizqa atau pun Gizqa. Wajah yang begitu miris, pedih, dan penuh air mata.
“Maafkan aku ya Fiz, aku kok yang salah” kata Gizqa sembari memelukku
“Maaf untuk apa?”
“Untuk semuanya”
“Contohnya?”
“Dari dulu sampai sekarang aku selalu iri padamu. Kau yang selalu mendapat perhatian lebih dari Ibu, dimanja, dan mendapat sahabat-sahabat yang baik. Dan sekarang kau mendapat seseorang yang benar-benar menyukaimu.”
“……”
“Tak apa kalau kamu marah padaku Fiz. Aku memang salah padamu. Karena aku ingin merebut itu semua darimu. Tapi aku sadar, aku tak bisa. Itu memang hadiah untukmu”
“sudahlah Giz, tak apa. Tak usah begitu padaku. Jujurlah klo kalian memang sudah pacaran kan?”
“Pacaran?” jawab mereka bertiga serentak.
“Tak apa Giz, jujur aja. Aku dah tau semuanya kok. Aku denger sendiri malah. Kamu baik banget ya Giz, ngerelain pacar kamu buat nyenengin aku. Aku bangga punya kembaran kayak kamu”
“Kamu saklah paham Fiz”
“Kan dah aku bilang ga’ apa”
“Tapi kami………”
Aku menarik tangan Gizqa dan menuju ke arah Irvin berdiri. Aku bermaksud menyatukan mereka berdua. Aku menyerahkan tangan Gizqa pada Irvin.
“Gizqa………thankz ya dah mbantuin aku deket ma Adek kamu. And thankz juga buat hati besar kamu yang ngrelain Fizqa untuk jadi milikku”
“Tenang ja Vin. Gizqa gitu, apa sih yang ga’ bisa”
“Hah apa nih maksudnya?” kataku yang masih kebingungan dengan percakapan mereka
Kulihat Alidie yang tiba-tiba berada disampingku itu berbisik lirih padaku,
“Begini ceritanya……”
“,”
Tiba-tiba sebelum istirahat berlangsung, memanggil Irvin di kelasnya. Saat itu Gizqa berkata,
“Ikut aku yuk ke Lab IPA. Umh……aku ingin bicara soal Fizqa dan kamu”
Berhubung gizqa berkata “sesuatu tentang Fizqa”, Irvin pun mau diajak kesana, yang pada waktu itu Lab bener-bener sepi.
“Ada apa ma Fizqa?”
“Sebenenya sih ga’ ada apa-apa”
“Lah trus apa donk?”
“Aku cuman pengen tanya, gimana perkembangan hubungan kamu ma dia?”
“Lancar banget. Thankz ya Giz. Ga’ nyangka aku bisa sedeket ini ma dia”
“Truz?”
“Tapi aku bosen berpura-pura jadi temennya dia truz,”
“Mank kamu ga’ suka dia?”
“Ga’ bukan gitu. Tapi………aku pengen jadi lebih dari sekedar temen bagi dia Giz. Bantuin aku lagi ya Giz”
“Tapi Vin, aku……”
“Jujur………aku bosen klo gini trus jadi temennya”
“Aku bosan berpura-pura terus Giz?” lanjut Irvin
“Aku juga”
“Sama maksud kamu?”
“Aku suka kamu Vin, sejak kita kelas 9 dulu”
“Apaaaaa…….”
“Aku serius”
“Kamu bohong kan?”
“Ga’. Lagipula kamu kan udah bosen tuh ma Adek ku, mungkin aja kamu mau nerima aku. Aku janji ga’ bilang Fizqa kok!!”
“Aku ga’ ngerti maksud kamu Giz. Dia itu saudara kembar kamu sendiri loh, tega banget kamu ma dia”
“Aku………aku…………”
“Klo gini ceritanya nyesel aku minta bantuan kamu”
“Tapi aku juga suka sama kamu Vin. Pikirin juga perasaanku donk!!!”
“Ya seharusnya kamu yang harus mikirin perasaannya Fizqa. Ahhhh……… udah lah capek aku ngomong ma kamu. Kali ini aku akan usaha sendiri aja, dari pada minta tolong ke orang yang ga’ punya perasaan”
“,”
Truz cerita pas Alidie ngomong semua tentang aku tuh gini:
Alidie seperti biasa mampir ke kantin nepatin janjinya ke anak-anak satu kelas yang dia traktir di warung bakso Pak Komar. Dan saat itu pula Alidie di hadang oleh Irvin,
“Die………kita harus bicara soal Fizqa”
“Ga’ ada yang perlu dibicarain banci!!!”
“Aku tau aku salah ma Fizqa, tapi gimana caranya aku minta maaf kalau aku yang salah ini ga’ tau apa slahnya? Ya kan?”
“Itu ga’ ada urusannya ma aku”
“Ayolah die bantu aku ndapetin maafnya Fizqa. Aku butuh dia”
“Maksud kamu?”
“Aku butuh dia. Kalau dia memarahiku seperti ini terus aku bisa down”
“Kamu suka dia?”
“Ya iyalah……..kamu baru tau?”
“Kamu kan baru ngasih tau?”
“Kamu kan juga baru nanya. Ayolah Die, atau sebagai imbalannya biar aku yang nraktir semuanya?”
“Oke, tapi jangan sakitin sahabatku lagi yach?”
“Janji deh, sweer”
“Oke aku critain”
Dan Alidie pun nyeritain semuanya pada Irvin dan juga mengatur semua pertemuan ini dan meminta kerja sama Gizqa yang merasa bersalah padaku dan Irvin.
“,”
Aku senang kenyataannya begitu. Yah……….meski tanpa acara nembak tapi kami mengangap hubungan kami saat ini “pacaran”. Aku seneng banget sampe melayang rasanya. Klo ini mimpi mungkin aku ga’ mau bangun, because ini mimpi paling indah yang pernah aku alamin. Semua gais pasti pengen kan akhir kisah cinta mereka berakhir happy ending, mangkannya aku putusin ceritaku sampe disini aja yach…sebelum masalah terjadi lagi.
Aku harap hubungan kami ini selalu berakhir happy ending. Eittzz….ada satu catatan, ternyata penantian kodok bodoh ga’ sia-sia menanti hujan. Karena disetiap masalah pasti akan ada peyelesaian dan hikmahnya. Termasuk penantian kodok bodoh yang menunggu hujan di musim kemarau, karena kamu tak akan pernah tau, keajaiban apa yang telah tuhan persiapkan untukmu………




The end




gambar= www.photobucket.com

2 komentar:

Your CommEnT........