Bab
I
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Kebudayaan
atau disebut juga kultur (culture)
merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh
individu dari kelompoknya. Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas.Akan tetapi
berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya
secara aktif.Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan
lingkungan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya
secara aktif sesuai dengan kebutuhannya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam
struktur sosial dan kebudayaan mereka.Karena kemampuannya beradaptasi secara
aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang
tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia
membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi
pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban.
Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan
dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan
setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
Dalam tiap kebudayaan juga terdapat
berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Terdapat kebudayaan yang
bertentangan dengan kesehatan namun, di sisi lain ada kebudayaan yang sejalan
dengan aspek kesehatan. Dalam arti kebudayaan yang berlaku tersebut tidak
bertentangan bahkan saling mendukung dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini
petugas kesehatan harus mendukung kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala
rasionalisasinya tidak tepat sehingga peran petugas kesehatan adalah meluruskan
anggapan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
perkembangan nilai kebudayaan yang ada di Indonesia sekarang ini?
2. Apa
hubungan antara perkembangan nilai-nilai kebudayaan yang ada di masyarakat multikultural
dengan proses akulturasi?
3. Apa
yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan ?
4. Apa
saja cara pandang terhadap kebudayaan?
5. Bagaimana
perkembangan nilai budaya individu?
6. Apa
saja komponen kebudayaan?
7. Apa
hubungan antara unsur-unsur kebudayaan?
8. Apa
saja jenis agama serta kepercayaan yang ada di dunia yang berkaitannya dengan
kebudayaan ?
9. Apa
yang dimaksud ilmu pengetahuan dan perubahan sosial?
10. Apa
saja jenis-jenis kebudayaan tradisional?
11. Apa
yang mengendalikan ilmu sosial budaya dasar untuk kebidanan?
12. Apa hubungan antara perkembangan nilai budaya
dengan kesehatan masyarakat?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
bagaimana perkembangan nilai budaya yang ada di masyarakat Indonesia.
2. Mengetahui
hubungan antara perkembangan nilai budaya di masyarakat multikultural dengan
proses akulturasi.
3. Mengetahui
hubungan perkembangan nilai budaya dengan kesehatan masyarakat.
4. Mengetahui
apa itu penetrasi kebudayaan.
5. Mengetahui
cara-cara pandang terhadap kebudayaan.
6. Mengetahui
perkembangan nilai budaya individu dengan kesehatan masyarakat.
7. Mengetahui
komponen-komponen kebudayaan.
8. Mengetahui
hubungan antara unsur-unsur kebudayaan.
9. Mengetahui
hal yang mengendalikan ilmu sosial
budaya dasar untuk kebidanan.
10. Mengetahui
berbagai jenis agama dan kepercayaan di dunia yang kaitannya dengan kebudayaan.
11. Mengetahui
ilmu pengetahuan dan perubahan sosial.
12. Mengetahui
jenis-jenis kebudayaan tradisional.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil dari penulisan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya kepada mahasiswi untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan nilai
kebudayaan dengan kesehatan masyarakat.
Bab II
Pembahasan
Kebudayaan
atau disebut juga kultur (culture) merupakan keseluruhan cara hidup manusia
sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Perkembangan
nilai budaya ini juga dipengaruhi oleh tingkat akulturasi yang ada di
daerahnya. Akulturasi atau disebut juga asimilasi
adalah konsep untuk merujuk proses di mana
seseorang pendatang luar, imigran, aturan kelompok subordinate menjadi menyatu secara tak kentara lagi ke dalam
masyarakat tuan rumah yang dominan. Selain itu pengetahuan
tentang suatu kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai
kepercayaan dan perilaku anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu
mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui perilaku masyarakat di
kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta memperbaiki status
kesehatan di masyarakat tersebut.
Dalam
tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan.
Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis
(misalnya : Ikan) karena menurut kepercayaan akan membuat jahitan perineum
sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut ilmu gizi hal tersebut
tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi karena mengandung protein
sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah peran petugas kesehatan
untuk meluruskan anggapan tersebut.
Di
daerah Langkat, Sumatera Utara ada kebudayaan yang melarang ibu nifas untuk
melakukan mobilisasi selama satu minggu sejak persalinan. Ibu nifas harus
bedrest total selama seminggu karena dianggap masih lemah dan belum mampu
beraktivitas sehungga harus istirahat di tempat tidur. Mereka juga menganggap
bahwa dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa dengan beraktivitas maka proses penyembuhan
setelah persalinan akan terhambat. Hal ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan
saat ini bahwa ibu nifas harus melakukan mobilisasi dini agar cepat pulih
kondisinya. Dengan mengetahui kebudayaan di daerah tersebut, petugas kesehatan
dapat masuk perlahan-lahan untuk memberi pengertian yang benar kepada
masyarakat.
Di
sisi lain ada kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti
kebudayaan yang berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung
dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung
kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak tepat sehingga
peran petugas kesehatan adalah meluruskan anggapan tersebut. Sebagai contoh,
ada kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau agar rambut
bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan karena banyak mengandung
vitamin B yang berguna bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung
kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan membuat
rambut bayi lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak vitaminnya. Ada
juag kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring (di
Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan
dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena
haus dia akan minum banyak. Banyak minum
inilah yang dapat melancarkan air susu.
Dalam
makalah ini kita mempelajari tentang perkembanagn nilai budaya dan kaitannya
dengan kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pentingnya petugas
kesehatan mempelajari kebudayaan di suatu wilayah agar dapat memperbaiki status
kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
2.1
Perkembangan Nilai Budaya di Indonesia
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda
masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya
berbeda-beda.Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah
berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini
agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju
lainnya.Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu
tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat
terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas
maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial
budaya masyarakat Indonesia.Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu
perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal
factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa
setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor),
seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung
maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada
gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang
harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang
melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan
menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang
bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam
kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam
masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang
amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh.Sedang
tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang
menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya.Di lain pihak, tanpa
disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya,
norma-norma sosial dan orientasi baru.Tidaklah mengherankan apabila masyarakat
Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami
kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa
ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional
selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya,
norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental
yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan
penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu
harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan
keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja
yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar
keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan
tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah
menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses
perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai
keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai
pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur
dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan
sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang
memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi
kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat
exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya.Untuk mengejar keuntungan materi
seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya
perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa
mengenal waktu.Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu
siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan
mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.Pemenuhan
bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang
pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan
mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak
mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik.Di
mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri
yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern
didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological
wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini
pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial
dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan
penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara
menguntungkan.Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial
lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan.
Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata
kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial
seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan
kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang
tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang
berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun
amuk.
2.2 Perkembangan Nilai dengan Akulturasi pada Masyarakat Multikultural
Akulturasi atau disebut juga asimilasi adalah konsep untuk merujuk proses di mana seseorang pendatang luar, imigran, aturan kelompok subordinate menjadi menyatu secara tak
kentara lagi ke dalam masyarakat tuan rumah yang dominan. Dalam asimilasi atau akulturasi, didasarkan pada asumsi adanya kelompok masyarakat yang lemah (subordinate
group) dan kelompok masyarakat yang kuat (dominant group).Dewasa ini ada dua
konsep masyarakat majemuk yang muncul dari berbagai hasil penelitian yaitu: (1)
konsep “kancah pembauran” (melting pot), dan (2) konsep “pluralisme
kebudayaan” (cultural pluralism). Teori kancah pembauran pada dasarnya,
mempunyai asumsi bahwa integrasi (kesatuan) akan terjadi dengan sendirinya pada
suatu waktu apabila orang berkumpul pada suatu tempat yang berbaur, seperti di
sebuah kota atau pemukiman industri. Sebaliknya konsep pluralisme kebudayaan
justru menentang konsep kancah pembauran di atas. Menurut Horace Kallen, salah
seorang pelopor konsep pluralisme kebudayaan tersebut, menyatakan bahwa
kelompok-kelompok etnis atau ras yang berbeda tersebut malah harus di dorong
untuk mengembangkan sistem mereka sendiri dalam kebersamaan, memperkaya
kehidupan masyarakat majemuk mereka. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
konsep kancah pembauran hanyalah suatu mitos.Mitos yang tidak pernah menjadi
kenyataan, sedang pluralisme kebudayaan menurut berbagai ahli telah mengangkat
Amerika Serikat, Cina, Rusia, Kanada, dan India menjadi negara yang
kuat.Masyarakat majemuk Indonesia lebih sesuai didekati dari konsep pluralisme
kebudayaan, sebab integrasi nasional yang hendak diciptakan tidak berkeinginan
untuk melebur identitas ratusan kelompok etnis bangsa kita. Disamping dijamin oleh UUD 45, pluralisme juga diperlukan dalam pembangunan nasional. Masalahnya ialah bagaimana mengelola
pluralisme itu dan menjauhkan dampak negatifnya dalam “National Building”.
Dalam masyarakat multikultural, konsepnya ialah bahwa di atas pluralisme
masyarakat itu hendaknya dibangun suatu rasa kebangsaan bersama, tetapi dengan
tetap menghargai, mengedepankan, dan mengembangkan pluralisme masyarakat itu
(multiculturalism celebrate culture variety). Dengan demikian, ada tiga syarat
bagi adanya suatu masyarakat multikultural, yaitu: 1) adanya pluralisme
masyarakat; 2) adanya cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang
sama; 3) adanya kebanggaan mengenai pluralisme tersebut.
2.3 Penetrasi Kebudayaan
Penetrasi
kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
1. Penetrasi
Damai (Penetration Pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan
damai. Misalnya: masuknya penagruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia.
Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi
memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini
pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli udaya masyarakat. Penyebaran
kebudayaan secara damai akan menghasilkan akulturasi, asimilasi, atau sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangakan unsure kebudayaan asli. Contohnya:bentuk bangunana Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan
kebudayaaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga
membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua
kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat
berbeda dengan kebudayaan asli.
2. Penetrasi
kekerasan (Penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara
memaksa dan merusak. Contohnya:masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada
zaman penjajahan disertai dengan kekerasan
sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam
masyarakat. Wujud budaya dunia barat anatar lain adalah budaya dari Belanda
yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di
Indonesia antara lain pada system pemerintahan Indonesia.
2.4 Cara Pandang Masyarakat Terhadap Kebudayaan
1. Kebudayaan
Sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami
gagasan :budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad
Ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksian adanya ketidakseimbangan
antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”.
Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan
lainnnya. Pada praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan
aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art,
atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui,dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas
di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah
musik yanng “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik
tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka
timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan “ .
Orang yang amenggunakan kata
“kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis;
mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan
nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka
yang “berkebudayaan “ disebut sebagai
orang yang “tidak berkebudayaan “ ;
bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan “ dikatakan lebih “alam”
, dan para pengamat sering kali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat
tinggi (high culture) untuk menekan
pemikiran “manusia alami” (human nature).
Sejak abad ke-18,beberapa kritik sosial
telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan,
tetapi perbandingan itu, berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, dapat menekan
interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar dasar
manusia. Dalam hal ini,musik tradisional ( yanng diciptakan oleh masyarakt
kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way
of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyakan ilmuwan sosial
menolak untuk memperbandingkanantara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik
yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya
dianggap “tidak elit” dan “:kebudayaan” adalah sama masing-masing masyarakat
memiliki kebudayaan yang tidak dapar diperbandingkan. Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau
pop kultu, yang berarti barang atau aktivitas
yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2. Kebudayaan
sebagai “Sudut Pandang Umum”
Selama era Romantis, para cendekiawan di
Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme seperti
misalnya, perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan
nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudur pandang umum”. Pemikiran
ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan
kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan.meskipun
begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayan”
dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif”.
Pada akhir abad ke-19, para ahli
antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas.
Bertolak dari teori evolusi, memreka mengamsumsikan bahwa setiap manusia tumbuh
dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan. Pada tahun
50-an, subkebudayaan-kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya-mulai dijasikan subyek penelitian oleh para sosiologi. Pada
abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan-perbedaan dan
bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
3. Kebudayaan
sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap
bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat
dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu
masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
2.5 Perkembangan
Nilai Budaya Individu dengan Kesehatan
Masyarakat
1. Kebudayaan di antara
Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya
memiliki kebudayaan (sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit
perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya.
Munculnya subkultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan
umur, ras, etnisitas, kelas, estetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan
gender.
Ada beberapa cara yang dilakukan
masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar
perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran
yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi
antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
a. Monokulturalisme : Pemerintah
mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda
kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
b. Letikultur (kebudayaan inti) : Sebuah
model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Letikultur, kelompok
minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaan sendiri, tanpa
bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
c. Melting pot : Kebudayaan imigran / asing
berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
d. Multikulturalisme : Sebuah kebijakan
yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan
mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
2. Kebudayaan
Menurut Wilayah
Seiring dengan kemajuan teknologi dan
informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat
ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga
dipengaruhi oleh factor ekonomi, migrasi, dan agama.
a. Afrika
Beberapa kebudayaan di benua Afrika
terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara
itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan
Islam.
b. Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi
oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika
Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis,
Jerman, dan Belanda.
c. Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaanyang
berbeda satu sama lain , meskipun begitu , beberapa dari kebudayaan tersebut
memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain , seperti misalnya
pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan jepang , korea ,dan
Vietnam.Dalam bidang agama , agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi
kebudayaan di Asia Timur . Selain kedua Agama tersebut , norma dan nilai Agama
Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan
tenggara
d. Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini
berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika . Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut
kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia
, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia ,
Aborigin.
e. Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh
kebudayaan Negara –negara yang pernah dijajahnya .Kebudayaan ini dikenal juga
dengan sebutan ‘’kebudayaan barat‘’.Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak
kebudayaan ,hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan
bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia.Selain dipengaruhi oleh kebudayaan Negara
yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani
kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak
mengalami kemunduran beberapa tahun ini
.
f. Timur
Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan di daerah Timur Tengah dan
Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat
dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama
Islam yang berkembang di daerah ini.
3. Dinamika Masyarakat dan
Kebudayaan
Untuk menganalisis secara ilmiah tentang
gejala-gejala dan kejadian sosial budaya di masyarakat sebagai proses-proses
yang sedang berjalan atau bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-
konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat dan
kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut
dinamik sosial (social dynamic).
Konsep-konsep penting tersebut antara lain internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization),
dan enkulturasi (enculturation).
Kemudian ada juga evolusi kebudayaan (
cultural evolution) yang mengamati perkembangan kebudayaan manusia dari
bentuk yang sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Proses
lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu
masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation)
dan asimilasi (assimilation).
Akhirnya ada proses pembaharuan atau inovasi (innovation), yang berhubungan erat dengan penemuan baru (discovery dan invention).
4. Proses Belajar
Kebudayaan Sendiri
a. Proses
Internalisasi
Manusia mempunyai diri dalam gen-nya untuk mengembangkan
berbagia macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi
wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli
yang ada di sekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses
internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu
dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam
kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan
sepanjang hidupnya.
b. Proses
Sosialisasi
Proses ini bersangkutan dengan proses
belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sitem sosial. Dalam proses itu seorang
individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan
dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki
beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
c. Proses
Enkulturasi
Dalam proses ini seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat,
sistem norma, serta peratuaran-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata
enkulturasi dalam bahasa Indonesia juga berarti “pembudayaan”. Seorang individu
dalam hidupnya juga sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan
setelah perasaan dan nilai budaya yang meberi motivasi akan tindakan meniru itu
telah diinternalisasi dalam kepribadiannya.
d. Proses Evolusi
Sosial
1)
Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses sosial dari suatu masyarakat dan kebudayaan
dapat dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang
dari jauh hanya dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial
budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang penelitiuntuk
berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan
sehari-hari dalam setiap masyarakat di dunia.
2) Proses-Proses
Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya
Proses ini mengenai suatu aktivitas dalam sebuah
lingkungan atau suatu adat dimana aktivitas yang dilakukan terus berulang. Dan
aktivitas yang dimaksud biasanya aktivitas yang menyimpang atau di luar
kehendak perilaku. Namun pada suatu ketika dan sering terjadi aktivitas
tersebut selalu berulang (recurent)
dalam kehidupannya sehari-hari disetiap masyarakat. Sampai akhirnya masyarakat
tidak bisa mempertahankan adatnya lagi, karena terbiasa dengan penyimpangan-penyimpangan
tersebut. Maka masyarakat terpaksa memberi konsesinya, dan adat serta aturan
diubah sesuai dengan keperluan baru dari individu-individu di dalam masyarakat.
3)
Proses Mengarah daKebudayaan dalam Evokusi Kebudayaan
Dengan mengambil jangka perubahan besar yang seolah
bersifat menentukan arah (directional)
dari sejarah perkembangan masuarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Sebagai
contoh misalnya misalnya tingkat kebudayaan manusia yang berawal dari Neolitik,
kemudian berubah menjadi Mesolitik dan akhirnya berubah menuju Paleolitik.
e. Proses Difusi
1)
Penyebaran Manusia
Ilmu Paleontropologi memperkirakan bahwa manusia
terjadu di daerah Sabana tropical di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu
sudah menduduki hamper seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan
dengan adanya proses pembiakan dan gerakan penyebaran atau migrasi-migrasi yang
disertai dengan proses adaptasi fisik dan social budaya.
2) Penyebaran
Unsur-Unsur Kebudayaan
Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka
bumi, turut pula tersebar unsure-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses
penyebaran unsure penyebaran kebudayaan seluruh penjuru dunia yang disebut
proses difusi (diffusion). Salah satu
bentuk difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi. Namun bisa juga
tanpa adanya migrasi, tetapi karena ada individu-individu yang membawa
unsure-unsur kebudayaan itu, dan mereka adalah para pedagang dan pelaut.
f. Akulturasi dan
Pembauran atau Asimilasi
1) Akulturasi
Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur dari
suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diteima dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri.
2) Asimilasi
Proses social yang timbul bila ada golongan-golongan
manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul
langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan
golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga
unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsure-unsur kebudayaan
yang campuran.
g. Pembaruan (Innovasi)
1)
Inovasi dan Penemuan
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari
penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga
kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem
produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya
dengan teknologi dan ekonomi. Daam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan
proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention. Discovery atau
penemuan adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa suatu alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh individu atau suatu
rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat bersangkuta. Discovery baru menjadi invention apabila masyarakat sudah
mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu.
2) Pendorong
Penemuan Baru
Faktor-faktor pendorong bagi individu dalam suatu
masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru antara lain:
a) Kesadaran
para individu akan kekurangan dalam kebudayaan.
b) Mutu dan
keahlian dalam suatu kebudayaan.
c) Sistem
perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, anatara
wujud kebudayaan yang satu tidak bias dipisahkan dari wujud kebudayaan yang
lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
2.6Komponen
Kebudayaan
Berdasarkan wujudnya tersebut,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
1.
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada
semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian
arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televise, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2. Kebudayaan
nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi kegenerasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2.7 Hubungan
antara Unsur-unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsure-unsur utama dari
kebudayaan antara lain:
1. Peralatan dan Perlengakapan Hidup
(Teknologi)
Teknologi merupakan salah satu
komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi,
memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan . teknologi muncul
dalam cara-cara manusia mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi
hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah
atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal
delapan macam teknologi tradisional (disebut juga system peralatan dan unsur
kebudayaan fisik), yaitu:
a. Alat-lata
produktif
b. Senjata
c. Wadah
d.
Alat-alat menyalakan api
e. Makanan
f.
Pakaian
g. Tempat
berlindung dan perumahan
h. Alat-alat
transportasi.
2. Sistem
Mata Pencaharian Hidup
Perhatikan para ilmuan pada sistem
mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional
aja, di anataranya:
a. Berburu
dan meramu
b.
Berternak
c. Bercocok
tanam di ladang
d. Menangkap
ikan
3. Sistem
Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem Kekerabatan merupakan bagian
yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa
sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan
sturktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit
sosial yang terdiri dari bebrapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau
hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian
sosiologi antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri,
dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok
kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan
keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial
adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan
hokum maupun yang tidak berbadan hokum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan Negara. Sebagai makhluk
yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
4. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan
budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan
kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat
menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata karma masyrakat, dan
sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyrakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi
yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara
umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi soaial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan
(estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang
dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa
tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana
hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6. Sistem
Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman,
dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap
rahasia – rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan
adanya penguasa tertinggi dari sistem jagat raya ini, yang juga mengendalikan
manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik
secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan
dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan
lainnya sering kali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa
inggris:Religion, yang berasal dari bahasa latin religare, yang berarti “menambatkan”), adalah sebuah unsur
kebidanan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and
Religion (kamus filosopi dan agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut :
Sebuah institusi dengan keanggotaan
yang diakui dan bisa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah
paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil
oleh individu untuk mendapatkan kebahagian sejati.
Agama biasanya
memiliki suatu prinsip, seperti”10 Firman” dalam agama keristen “ 5 rukun Islam
“ dalam Agama islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan ,
seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
2.8 Berbagai
Agama dan Kepercayaan di dunia Kaitannya dengan Kebudayaan
1. Agama
samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Keristen
dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama samawi atau agama Abrahamik.
Ketiga agama tersebut memiliki tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan
yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberika pengaruh yang
besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama,
yang jika tidak disebut sebagi yang pertama, adalah agama monotheistic.
Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam
agama Abrahamik lainnya, seperti Keristen dan Islam.Saat ini umat Yahudi
berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
Kristen (protestan dan katolik)
adalah agama yang, banyak merubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun
terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf
Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat
antara 1,5 s.d. 2,1 miliyar pemuluk agama Kristen diseluruh dunia.
Islam memiliki nilai-nlilai dan
norma agama yang banyak mempengaruhi Kebudayaan
Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat
ini terdapat lebih dari 1,5 miliyar pemeluk agama islam di dunia.
2. Agama
dan Filosofi dari Timur
Agama dan Filosofi sering kali
saling terkait satu sama lain pada kebudayan Asia. Agama dan filosofi di Asia
kebanyakan berasal dari India dan China, dan sepanjang benua Asia melalui
difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari
Buddhisme, cabang Mahayana yang menyebar di sepanjang utara dan timur india sampai Tibet, China,
Mangolia, Jepang dan China selatan sampai Vetnam. Theravada buddhisme menyebar
di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri langka, bagian barat laut China,
Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan
pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka,
menekankan untuk mencarai kenikmatan dunia .
Khonghucu dan Taoisme, dua filosofi
yang berasal dari china, mempengaruhi baik religi, seni, politik, maupun
tradiisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, dikedua Negara
berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma
Gandha memberikan pengertian baru
tentang Ahmisa, inti dari kepercayaan hindu maupun Jaina, dan membrikan
difinisi baru tentang konsep antikekerasan
dan anti perang. Pada priode yang sama, filosofi komonisme Mao Zadong menjadi
sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
3. Agama Tradisional
Agama
tradisional atau terkadang disebut sebagai “agama nenek moyang”,dianut oleh
sebagian suku pedalaman di Asia,Afrika,dan Amerika. Pengaruh mereka cukup besar,mungkin
bias dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama
Negara,seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainya,agama
lainnya,agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman
hati di saat bermasalah,tertimpa musibah,dan menyediakan ritual yang ditujukan
untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
4. “American Dream”
American
Dream atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia adalah sebuah
kepercayaan yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka
percaya melalui kerja keras,pengorbanan dan kebulatan tekad tanpa memperdulikan
status social,seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan
ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah “kota di atas
bukit”(atau city upon a hill) “cahaya untuk nega-negara”( a light unto the
nations),yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para
penjajah Eropa sampai generasi berikutnya.
5. Pernikahan
Agama
sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja
Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah,gereja biasanya
memasukkan acara pengucapan janji pernikahan dihadapan tamu,sebagai bukti bahwa
komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat
hubungan antara Yesus Kristus dangan gerejanya. Gereja katolik Roma mempercayai
bahwa sebuah perceraian adalah salah dan orang yang bercerai tidak dapat
dinikahkan kembali di gereja. Sementara agama Islam memandang pernikahan
sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian
namun memperbolehkannya.
2.9
Ilmu Pengetahuan dan Perubahan Sosial Budaya
Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Secara
sederhana pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang
benda,sifat,keadaan,dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku
bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman,intuisi,wahyu,dan berpikir menurut logika atau percobaan-percobaan
yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem
pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi ;
a. Pengetahuan
tentang alam
b. Penagetahuan
tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan disekitarnya
2.10
Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing
kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya
yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab
penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat
mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua
penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka
menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang
mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak
suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang
yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan.
Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai
penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga
berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota
sukunya yang sakit.
Suku
Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari
kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit
tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan
oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu
berhenti.
Orang
Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh
dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari
pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.
2.11Implementasi
Sosial Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Masyarakat
Nilai-nilai sosial budaya banyak ditemukan pada tradisi-tradisi
yang turun-temurun mempengaruhi pola pikir dan cara pandang kita dalam
melakukan sesuatu, begitu juga pengaruhnya dengan kesehatan masyarakat. Berikut
beberapa contoh yang dapat dijadikan pembanding seberapa besar pengaruh sosial
budaya dalam praktik kesehatan masyarakat.
a. Pengaruh
social budaya pada saat kehamilan
1) Enggannya
ibu hamil memeriksakan kehamilannya pada bidan di puskesmas atau sarana
kesehatan lainnya. Mereka lebih senang memeriksakan kehamilannya dengan dukun
kampung karena dianggap sudah terpercaya dan turun-temurun dilakukan. Padahal,
dukun kampung tersebut tidak memiliki pengetahuan standar dalam pelayanan
kehamilan yang normal.
2) Pada
saat hamil, ibu hamil dilarang makan ikan, telur atau makanan bergizi lainnya
karena dipercaya akan menimbulkan bau amis saat melahirkan. Hal ini sebenarnya
tidak perlu dilakukan karena berbahaya bagi kesehatan ibu dan dapat
mengakibatkan ibu kekuran gan asupan gizi akan protein yang terkandung pada
ikan
b. Pengaruh
sosial pada masa kelahiran
1) Pemberian
kunyit atau bahan dapur lain pada tali pusar yang sudah dipercaya
turun-temurun. Kemudian, menekan tali pusar tersebut dengan logam. Hal ini
tidak boleh dilakukan karena sebenarnya akan mengakibatkan iritasi dan infeksi
kuman pada tali pusar bayi baru lahir.
2) Apabila
proses persalinan yang ditolong dukun kampung menyebabkan kematian ibu atau
anak. Maka hal itu dianggap wajar karena dipercaya ibu hamil telah melanggar
pantangan yang diberikan oleh si dukun.
3) Plasenta
bayi baru lahir,setelah di cuci hendak nya di injak dulu oleh kakaknya jika
bayi tsb memiliki kakak. Jika mempercayai mitos tersebut jika tidak terpenuhi
malah akan timbul beban pada keluarga, jadi sebaik nya tidak dilakukan.
4) Plasenta
bayi di beri sisir,gula merah, kelapa,pensil,kertas,dan kembang tujuh rupa
kemudian di masukkan ke dalam kendi baru dikuburkan. Jika mempercayai mitos
tersebut ,jika tidak terpenuhi malah akan timbul beban pada keluarga. Jadi sebaik nya tidak dilakukan.
5) Pusar
bayi yang puput di simpan dan jika bayi sudah besar,pusat tersebut bisa jadi
obat untuk bayi,caranya tali pusat di rendam dan di minum kan kepada si bayi.
Mitos seperti ini malah merugikan karna jika sampai terminum oleh bayi maka
akan membiarkan mikroorganisme yang ada di plasenta akan masuk ke tubuh bayi.
6) Wanita-wanita Hausa yang
tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara, secara tradisi memakan garam kurang
selama priode nifas, untuk meningkatkan produksi air susunya. Merka juga
menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab penyakit. Oleh sebab itu mereka
memanasi tubuhnya paling kurang selama 40 hari setelah melahirkan. Diet garam
yang berlebihan dan hawa panas, merupakan penyebab timbulnya kegagalan jantung.
Faktor budaya disini adalah kebiasaan makan garam yang berlebihan dan memanasi
tubuh adalah faktor pencetus terjadinya kegagalan jantung.
c. Pengaruh sosial budaya terhadap
pelayanan kesehatan
1) Pengobatan tradisional biasanya
mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan
memanasi penderita,akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum.
Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan
kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.
2) Contoh lain dari Papua
Nugini dan Nigeria. ”pigbel” sejenis penyakit berat yang dapat menimbulkan kematian
disebabkan oleh kuman clodistrium perfringens type C. Penduduk papua Nugini
yang tinggal didaratan tinggi biasanya sedikit makan daging. Oleh sebab itu,
cenderung untuk menderita kekurangan enzim protetase dalam usus. Bila suatu
perayaan tradisional diadakan, mereka makan daging babi dalam jumlah banyak
tapi tungku tempat masaknya tidak cukup panas untuk memasak daging dengan baik
sehingga kuman clostridia masih dapat berkembang. Makanan pokok mereka adalah
kentang, mengandung tripsin inhibitor, oleh sebab itu racun dari kuman yang
seharusnya terurai oleh tripsin, menjadi terlindung. Tripsin inhibitor juga
dihasilkan oleh cacing ascaris yang banyak terdapat pada penduduk tersebut.
Kuman dapat juga berkembang dalam daging yang kurang dicernakan, dan
secara bebas mengeluarkan racunnya.
3) Bentuk pengobatan yang di
berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana
penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh
hal-hal yang supernatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara
tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah
fator ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila
ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawana denganpemikiran secara medis.
4) Masyarakat
pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh
hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra
Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan
pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring
tanpa membawa ke pelayanan kesehatan.
5) Banyak
masyarakat pedalaman tidak mempercayai kemampuan petugas kesehatan karena
kurangnya informasi yang mereka dapatkan di tempat terpencil. Mereka lebih
senang melakukan ritual-ritual khusus saat terserang penyakit daripada datang
ke unit kesehatan terdekat.
6) Masih
banyaknya masyarakat yang enggan melakukan pencegahan kehamilan atau pelayanan
Keluarga Berencana karena bertentangan dengan budaya ataupun kepercayaan yang
dianut. Sehingga mereka cenderung memilih memiliki anak banyak. Hal ini
sebenarnya merugikan karena dapat menimbulkan ledakan penduduk dan
ketidakseimbangan jumlah populasi masyarakat di Indonesia dengan kesempatan
kerja yang tersedia.
7) Masih
minimnya kepedulian masyarakat tentang pemahaman konsep sehat sakit. Mereka
menganggap sakit adalah keadaan jika sama ssekali tidak dapat melakukan
aktifitas. Bahkan mereka tidak senang mencegah penyakit melainkan hanya
bersifat pengobatan sehingga seringkali baru dilakukan pengobatan saat
kondisinya parah sehingga tingkat kesembuhannya sangat kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebudayaan
atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan
sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang suatu
kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan dan
perilaku anggotanya, termasuk hal yang berkaitan dengan kesehatan. Untuk itu
petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui
perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta
memperbaiki status kesehatan di masyarakat. Kebudayaan dalam hubungannya dengan
kesehatan sangat berpengaruh terlebih apabila terdapat penetrasi kebudayaan,
yang dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu penetrasi secara damai dan
kekerasan. Hal ini dapat membawa pengaruh yang baik bahkan yang buruk.
Perkembangan
kebudayaan individu juga mempengaruhi kesehatan masyarakat. Setiap individu
memiliki pemikiran dan cara sendiri dalam memilih ketika ia dihadapkan pada
kebudayaan yang berbeda, yaitu dengan cara Monokulturalisme, Letikultur,
Melting pot, dan Multikulturalisme. Untuk mempelajari kebudayaannya sendiri,
individu memiliki beberapa proses, yaitu Proses Internalisasi, Proses
Sosialisasi, Proses Enkulturasi, Proses Evolusi Sosial, Proses Difusi,
Akulturasi dan Pembaruan atau Asimilasi, dan Pembaruan (Innovasi)
Perkembangan
sosial budaya mempengaruhi perkembangan agama, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta pengobatan. Jadi, dapat disimpulkan kesehatan masyarakat tergantung dari
bagaimana peran sosial budaya itu sendiri dan beberapa aspek lain yang
mempengaruhinya.
3.2.Saran
Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan apabila ada kekurangan, kami
mohon saran dan kritik membangun sehingga dapat kami tingkatkan dikemudian
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Syafrudin,
Mariam. 2010. SOSIAL BUDAYA DASAR Untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media
Yunus,
Rachmah, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
Usman, Pelly.
Pengukuran Intensitas Konflik Dalam Masyarakat
Majemuk; Jurnal
Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI•Vol. 1•No.2•Oktober 2005 hal: 5-6
Dikutip dari tulisan, Multikulturalisme, Demokrasi, Dan Pendidikan,
Shodiq M. Hum disampaikan pada pelatihan Pendidikan Multikulturalisme Untuk
Guru-guru Madrasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Your CommEnT........