Kontes SEO Gudangpoker.com

Kunjungi

Selasa, 15 Juli 2014

Avitaminosis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  latar belakang
Vitamin berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Maka vitamin yaitu sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organism yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.
Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat). Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif. Oleh karena itu, tubuh memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi. Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan vitamin yang tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh. Asupan vitamin lain dapat diperoleh melalui suplemen makanan.
Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu penyakit.  Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di dalam tubuh kita akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.  Gangguan kesehatan ini dikenal dengan istilah avitaminosis. Contohnya adalah bila kita kekurangan vitamin A maka kita akan mengalami kerabunan.
1.2  rumusan masalah
1.3  tujuan penulisan




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Penyebab dan gejala avitaminosis
Avitaminosis adalah keadaan kekurangan vitamin dalam badan. Gejalanya tergantung pada jenis vitamin yang kurang tersebut.Avitaminosis terjadi bila vitamin yang masuk kedalam tubuh lebih sedikit dibandingkan kebutuhan badan. Biasanya orang menderita avitaminosis karena kurang asupan makanan yang banyak mengandung vitamin.Penyebab lainnya adalah kurang baiknya proses penyerapan vitamin oleh usus, seperti pada penderita gangguan pencernaan dan muntaber.
Orang yang kurang makan lemak, yang terdapat di dalam daging dan susu, dapat mengalami kekurangan vitamin A, D, E dan K (karena vitamin-vitamin ini larut dalam lemak). Anak-anak, remaja, dan orang sakit membutuhkan tambahan vitamin selain vitamin yang terkandung dalam makanan. Tanpa tambahan vitamin, mereka dapat menderita avitaminosis. Berikut ini akan di bahas satu-persatu penyebab dan gejala dari berbagai vitamin :
2.1.2 Vitamin A
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Vitamin ini bersifat mudah rusak oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara. Sumber makanan yang banyak mengandung Vitamin A, antara lain susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna hijau dan kuning), dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan kuning, seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya). Takaran yang dianjurkan : 5000 IU/hari.
Vitamin yang penting untuk pemeliharaan sel kornea mata ini juga berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang dan gigi pembentukan dan pengaturan hormonmelindungi tubuh terhadap kanker. Jika tubuh kurang vitamin A menyebabkan penurunan fungsi kornea hingga kebutaan, perubahan bentuk tulang, pertumbuhaannya terhambat, membentuk celah (kerusakan pada gigi), terhentinya pertumbuhan sel-sel pembentuk gigi,
rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan lain-lain.
2.1.2    Vitamin B
Secara umum, golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit). Sumber utama vitamin B berasal dari susu, gandum, ikan, dan sayur-sayuran hijau.
2.1.2.1 Vitamin B1
Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu, vitamin B1 juga membantu proses metabolisme protein dan lemak. Bila terjadi defisiensi vitamin B1, menyebabkan berkurangnya kemampuan fisik maupun psikis, tak ada nafsu makan, bobot badan berkurang, kulit juga akan mengalami berbagai gangguan, seperti kulit kering dan bersisik. penyakit beri-beri, gangguan saluran pencernaan, jantung, sistem saraf dan daya tahan tubuh berkurang. Untuk mencegah hal tersebut, kita perlu banyak mengonsumsi banyak gandum, nasi, daging, susu, telur, dan tanaman kacang-kacangan. Bahan makanan inilah yang telah terbukti banyak mengandung vitamin B1. Takaran yang dianjurkan : 1.5 mg/hari.
2.1.2.2 Vitamin B2
Vitamin B2 (riboflavin) banyak berperan penting dalam metabolisme di tubuh manusia.[1] Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan sebagai salah satu kompenen koenzim flavin mononukleotida (flavin mononucleotide, FMN) dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim ini berperan penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses respirasi. Vitamin ini juga berperan dalam pembentukan molekul steroid, sel darah merah, dan glikogen, serta menyokong pertumbuhan berbagai organ tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku. Sumber vitamin B2 banyak ditemukan pada sayur-sayuran segar, kacang kedelai, kuning telur, salmon,  Sereal dari tepung gandum dan susu. Takaran yang dianjurkan : 1.7 mg/hari. Gejala kekurangan vitamin B2 jarang terjadi pada manusia. Biasanya vitamin B2 yang didapat bersama makanan dan yang disintesis oleh bakteri usus sudah mencukupi.
Defisiensi biasanya timbul setelah diare kronis atau setelah terapi jangka panjang dengan antibiotika atau sulfonamida. Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B2 adalah turunnya daya tahan tubuh, kilit kering bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, sariawan, dan sebagainya.
2.1.2.3 Vitamin B3
Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan protein. Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini. Vitamin B3 termasuk salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging unggas, dan ikan.
Akan tetapi, terdapat beberapa sumber pangan lainnya yang juga mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara lain gandum dan kentang manis. Vitamin ini berfungsi untuk mencegah penyakit pellagra (kulit kasar bersisik), membantu melepaskan energi dari makanan, mempertahankan kesehatan sistim susunan syaraf, mempertahankan kesehatan rambut. Takaran yang dianjurkan : 20 mg/hari.
Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan tubuh mengalami kekejangan, keram otot, gangguan sistem pencernaan, muntah-muntah, insomnia, bedan lemas dan mual.
2.1.2.4 Vitamin B5
Vitamin B5 (asam pantotenat) banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan vitamin B5 berperan besar dalam berbagai jenis metabolisme, seperti dalam reaksi pemecahan nutrisi makanan, terutama lemak, mempertahankan kesehatan jaringan dan rambut. Peranan lain vitamin ini adalah menjaga komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh. Vitamin B5 dapat ditemukan dalam berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga makanan nabati, seperti sayuran hijau dan kacang hijau. Takaran yang dianjurkan : 10 mg/hari.Seperti halnya vitamin B1 dan B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan kulit pecah-pecah, dan bersisik. Selain itu, gangguan lain yang akan diderita adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur.
2.1.2.5 Vitamin B6
Vitamin B6, atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan vitamin yang esensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai salah satu senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid. Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam metabolisme nutrisi , membantu pembentukan sel darah merah, mempertahankan kesehatan sistim syaraf dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh. Vitamin ini merupakan salah satu jenis vitamin yang mudah didapatkan karena vitamin ini banyak terdapat di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan ikan. Takaran yang dianjurkan : 2 mg/hari. Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B6 adalah pelagra alias kulit pecah-pecah, keram pada otot, insomnia atau sulit tidur, dan banyak lagi lainnya.
2.1.2.6 Vitamin B12
Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya khusus diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh karena itu, vegetarian sering kali mengalami gangguan kesehatan tubuh akibat kekurangan vitamin ini. Vitamin ini banyak berperan dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah satu jenis vitamin yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet darah. Telur, hati, dan daging merupakan sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12. Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan anemia (kekurangan darah), mudah lelah lesu, dan iritasi kulit.
2.1.3    Vitamin C
Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita.
Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan. Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot. Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen. Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Defisiensi vitamin C juga dapat menyebabkan skorbut (pendarahan gusi), sariawan, hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, mudah terjadi luka dan infeksi tubuh, mudah infeksi pada luka, rasa nyeri pada persendian, dan lain-lain. Sumber : Jeruk, strawberry, anggur, tomat, brokoli, kentang. Takaran yang dianjurkan : 60 mg/hari
2.1.4    Vitamin D
Vitamin D juga merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur, susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang. Sel kulit akan segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet). Bila kadar vitamin D rendah maka tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal, dimana betis kaki akan membentuk huruf O dan X. Di samping itu, gigi akan mudah mengalami kerusakan dan otot pun akan mengalami kekejangan.
Penyakit lainnya adalah osteomalasia, yaitu hilangnya unsur kalsium dan fosfor secara berlebihan di dalam tulang. Penyakit ini biasanya ditemukan pada remaja, sedangkan pada manula, penyakit yang dapat ditimbulkan adalah osteoporosis, yaitu kerapuhan tulang akibatnya berkurangnya kepadatan tulang, di samping itu juga dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal (malabsorpsi atau radang pankreas kronik). kegagalan ginjal kronik, pada anak-anak dapat menyebabkan rakhitis.


2.1.5    Vitamin E
Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati, dan untuk mencegah terjadinya hemolisis sel-sel darah merah dan anemia.
Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan ini terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan alami. Vitamin E banyak ditemukan pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang fatal bagi tubuh, antara lain kemandulan baik bagi pria maupun wanita, saraf dan otot akan mengalami gangguan yang berkepanjangan, terjadi hemolisis sel darah merah.
2.1.6    Vitamin K
Vitamin K banyak berperan dalam pembentukan sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka. Defisiensi vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktor enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat. Oleh karena itu, kita perlu banyak mengonsumsi susu, kuning telur, Brokoli, bayam, daun bayam, minyak zaitun, minyak kacang kedelai, kangkung dan lobak, taoge, dan kembang kol. segar yang merupakan sumber vitamin K yang baik bagi pemenuhan kebutuhan di dalam tubuh. Takaran yang dianjurkan : 120 mcg/hari.

Contoh Proposal Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang paling banyak terjadi pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003).
Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic obstructive pulmonary disease (WHO, 2003). Infeksi saluran Pernapasan Atas (ISPA) dapat menyebapkan demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan (Bidulh, 2002).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju (WHO, 2003 ).
Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan 150.000 bayi atau Balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).
Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu antara lain: Umur, Jenis Kelamin, Keadaan Gizi, Kekebalan, Lingkungan, Imunisasi Yang Tidak Lengkap dan Pemberian Asi Ekslusif yang tidak sesuai (Depkes, 2002).
Kurangnya pengetahuan ibu tentang Imunisasi pertusis menyebabkan banyaknya balita terkena ISPA, Imunisasi pertusis yakni imunisasi yang diberikan agar balita tidak rentan terkena Infeksi Saluran Pernapasan. Diperkirakan kasus pertusis sejumlah 51 juta dengan kematian lebih dari 600.000 orang, namun hanya 1,1 juta penderita dilaporkan dari 163 negara dalam tahun 1983. Hampir 80 % anak- anak yang tidak di imunisasi menderita sakit pertusis sebelum umur 5 tahun. Kematian karena pertusis, 50 % terjadi pada bayi (umur < 1 tahun).
Berdasarkan laporan puskesmas Suramadu tahun 2012 angka kejadian ISPA pada anak balita sebanyak 1000 balita, 70% rawat jalan, 25% di rawat di puskesmas dan 5% dirujuk ke RS. Kunjungan balita dengan ISPA pada bulan Januari-Mei 2013 sebanyak 500 balita setelah dilakukan identifikasi ternyata hampir 80% balita belum lengkap imunisasi dasar. Kejadian ISPA di sekitar cakupan kerja puskesmas Suramadu tahun 2012 maupun di pertengahan 2013 dimasukkan ke dalam kejadian luar biasa, karena pada 12.500 kejadian ISPA di seluruh Indonesia tahun 2012, 1000 balita diantaranya adalah berasal dari wilayah Suramadu. Balita yang belum lengkap imunisasi dasar cukup banyak, kondisi ini perlu dilakukan penelitian karena menjadi penyumbang terbesar kejadian ISPA di daerah itu.
1.2 Identifikasi Masalah
Faktor Eksternal :
 
 

Kejadian ISPA
 

-          Kelengkapan Imunisasi Dasar
-          Ketepatan Pemberian Asi
-          Status gizi
-          Umur
 
Faktor Internal :
 

-          Lingkungan
-          Pendidikan
-          Kondisi Ekonomi
-          Kebiasaan Hidup Sehat
 
                                                                                 



 



1.2.1 Faktor Eksternal :
-            Lingkungan
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA. Untuk tercapainya tujuan pemberantasan penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor resiko lingkungan

-            Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mampu mencerminkan kemampuan daya intelektual sumber daya manusia dalam berkarya sehingga perlu diperhatikan dalam menelaah potensi dari sekelompok penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan akan berpengaruh kepada pemahaman mereka mengenai kesehatan, termasuk kesehatan bayi dan keluarga. Menurut Azwar (2004) makin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan di bandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama

-            Kondisi ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita.

-          Kebiasaan Hidup Sehat
Kebiasaan hidup sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Kebiasaan hidup sehat sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat. 

1.2.2 Faktor Internal :
-          Kelengkapan Imunisasi Dasar
Dalam suhandayani (2007) dijelaskan bahwa beberapa penelitian yang menjelaskan hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA diantaranya penelitian yang dilakukan Tupasi (1985) menyebutkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sievert (1993) menyebut bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti terhadap pencegahan kejadian ISPA

-          Ketepatan Pemberian Asi
Pemberian ASI pada bayi dan balita sangat berpengaruh pada maturitas sistem imunitas atau sistem kekebalan bayi dan balita. Pemberian ASI yang tidak tepat akan mengganggu kecepatan maturitas sistem imunitas tersebut, jika hal ini terjadi maka bayi atau balita tersebut akan semakin beresiko menderita penyakit. Akibat dari sistem kekebalan yang tidak cepat matang ini lah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya kejadian ISPA.

-          Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normla dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supriasa, dkk, 2002 dalam Suhandayani, 2007). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu (Supriasa, dkk, 2002 dalam Suhandayani, 2007). Dalam arifin (2009) dijelaskan bahwa keadaan gizi merupakan hal yang penting bagi pencegahan ISPA. Dimana kejadian ISPA dapat dicegah bila anak mempunyai gizi yang baik, mendapatkan ASI sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi, bayi mendapatkan makanan padat sesuai dengan umurnya serta bayi dan anak mendapatkan makanan yang mengandung gizi cukup yaitu mengandung ckupu protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

-          Umur
Umur mempunyai pengaruh besar terhadap ISPA dimana pada anak bayi memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Alasagaf dan Mukti, 2008 dalam Saftari, 2009). Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi, semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan ISPA (Suwendra, 1988 dalam Suhandayani, 2007).

1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, karena luasnya faktor yang mempengaruhi masalah, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti, terbatasnya sarana dan dana serta kemampuan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu hanya meneliti pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar terhadap kejadian ISPA yang terjadi di daerah cakupan kerja Puskesmas Suramadu pada tahun 2013.
1.4 Rumusan masalah :
1.4.1 Apakah ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA?
1.4.2 Apakah ada perbedaan antara balita yang di imunisasi dasar lengkap dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
1.4.3 Apakah ada pengaruh antara kelengkapan imunisasi terhadap kejadian ISPA?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1   Tujuan Umum:
Diketahuinya pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada balita di puskesmas suramadu tahun 2013
1.5.2 Tujuan khusus:
1.5.2.1 mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar
1.5.2.2 mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita
1.5.2.3 menganalisis pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1        Imunisasi Dasar
a.       pengertian imunisasi dasar, waktu pemberian imunisasi
b.      manfaat imunisasi dasar
c.       tujuan imunisasi
d.      macam-macam imunisasi dasar
e.       efek samping imunisasi
f.       cara dan waktu pemberian imunisasi
g.      indikasi dan kontraindikasi pemakaian imunisasi
2.1.2        Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
a.       pengertian ISPA
b.      faktor-faktor penyebab ISPA
c.       gejala ISPA
d.      dampak ISPA
e.       penatalaksanaan ISPA
f.       pencegahan ISPA
2.1.3        Pengaruh Imunisasi Dasar pada kejadian ISPA

2.2      Kerangka Konsep
                                       






Kejadian ISPA disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain faktor dari lingkungan, pendidikan, kondisi ekonomi, dan kebiasaan hidup. Sedangkan faktor internal adalah kelengkapan imunisasi dasar, ketepatan pemberian ASI, status gizi, dan umur.
Dalam penelitian tersebut peneliti membatasi masalah dengan penyebab kelengkapan imunisasi dasar sehingga dalam penelitian hanya akan dijelaskan pengaruh mengenai kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA.

2.3      Hipotesis
2.3.1   Terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA
2.3.2   Terdapat perbedaan antara balita yang diimunisasi dasar lengkap dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap
2.3.3   Terdapat pengaruh antara kelengkapan imunisasi terhadap kejadian ISPA




















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakkan rancangan penelitian analitik observasional.
3.2 Kerangka kerja






                                   

   











3.3 Identifikasi Variabel
Variabel dependent                     : Kelengkapan imunisasi dasar
Variabrel Independent     :           : Kejadian ISPA pada balita
3.4 Definisi Operasional
VARIABEL
DEFINISI OPEASIONAL
KRITERIA
SKALA
Kelengkapan Imunisasi Dasar










Kejadian ISPA pada balita




Adalah kelengkapan imunisasi dasar pada balita yang didapatkan dari catatan imunisasi di puskesmas setempat
-waktu pemberian
-tempat mendapatan imunisasi
-kelengkapan imunisasi dasar yang di dapat
-tenaga kesehatan yang memberi pelayanan

Adalah jumlah kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di puskesmas setempat
1= melakukan imunisasi dasar <50 o:p="">
2= melakukan imunisasi dasar secara lengkap








1= tinggi,bila kejadian ISPA diatas 50% dari jumlah balita diwilayah kerja puskesmas suramadu
2= sedang, bila kejadian ISPA 25-30% dari jumlah balita di wilayah kerja puskesmas suramadu
3= rendah, bila kejadian ISPA                      <25 b="" balita="" dari="" di="" jumlah="" kerja="" puskesmas="" suramadu="" wilayah="">
Nominal












Ordinal















3.5 Sampling Desain
a.Populasi
500 balita dengan ISPA di wilayah kerja puskesmas suramadu pada bulan januari hingga  mei 2013.
b. Sampel
balita ISPA di desa A,B,C dan D

c. Besar Sampel
Peneliti mencari besar sampel dengan cluster random sampling
d. Tehnik Sampling
populasi = 500 balita
sampel = 300 balita
-Desa A =  x 300 = 75
-Desa B =  x 300 = 120
-Desa C =  x 300 = 60
-Desa D =  x 300 = 45

3.6  Pengumpulan Data
a. pengumpulan data 
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara kuisioner .
b. pengolahan data dan analisis data

3.7  Etika Penelitian
Peneliti  mengunakkan etika penelitian  Anonymity saat responden mengisi kuisiner
3.8  Keterbatasan

3.9  Waktu dan Tempat Penelitian
a. waktu penelitian :  Agustus 2013
b. Tempat Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Suramadu