BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pernapasan
adalah proses pengambilan gas oksigen dari lingkungan dan pengeluaran karbon
dioksida dari dalam tubuh makhluk hidup. Sistem pernapasan adalah sistem organ
yang digunakan untuk pertukaran gas.
Sistem
pernapasan manusia dapat berlangsung berkat keberadaan alat-alat pernafasan.
Bila salah satu organ pernafasan tidak mampu berfungsi secara normal maka bisa
mempengaruhi kerja sistem pernafasan secara umum. Alat-alat pernapasan
berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang
mengandung karbon dioksida dan uap air.
Bidan yang memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan gangguan
pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data
yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat
rencana asuhan kebidanan klien. Proses pengkajian kebidanan harus dilakukan
dengan sangat individual (sesua masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam
menelaah status pernapasan klien, bidan melakukan wawancara dan pemeriksaan
fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres
pernapasan klien. Setelah pengkajian awal bidan memilih komponen pemeriksaan
yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen
pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu
akut, sedang, dan ringan. Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk
dapat hidup, pengkajian pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi
kesehatan klien.
Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru dan jaringan serta untuk
mengatur keseimbangan asam-basa Setiap perubahan dalam sistem ini akan
mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan
status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk
beradaptasi terhadap hipoksia. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut
seperti pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak
dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan
kematian.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang harus dikaji untuk mengetahui riwayat
kesehatan pasien?
2. Apa saja gejala yang dialami oleh pasien?
3. Analisis gejala apa saja yang harus dikaji?
4. Pemeriksaan fisik apa saja yang harus dilakukan pada
pasien?
5. Pengkajian Diagnostik apa yang harus dilakukan pada
Sistem Pernapasan?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui informasi riwayat
kesehatan
tentang adanya penyakit pada pasien.
2.
Untuk menetapkan prioritas intervensi dan mengkaji tingkat
pemahaman pasien tentang kondisi kesehatannya saat ini.
3.
Untuk
mengkaji karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak dan memberikan
analisis gejala yang komprehensif.
4.
Untuk
mengetahui kondisi pasien secara akurat.
5. Untuk membantu dalam
pengkajian pasien sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih
terarah dan lebih berguna.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian
Riwayat Kesehatan
Riwayat
kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi,
yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data subjektif biasanya dicatat pada formulir
pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologi klien dan bandingkan dengan
penampilannya. Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering
membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya.
Riwayat
pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan
masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan
fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah
pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan
riwayat psikososial.
Kotak Displai 2-1 Pedoman Melakukan Pengkajian Klinik
Pengkajian
Awal
Komponen
pengkajian awal yang digunakan termasuk:
1.
Menentukan keluhan utama
2.
Inspeksi cepat penampilan umum, pola atau frekuensi
pernafasan dan konfigurasi toraksa.
Berdasarkan
tanda-tanda klinis yang teramati selama pengkajian awal, status pernafasan
pasien mungkin termasuk dalam salah satu kategori berikut:
1.
Distress pernafasan akut
a.
Penampilan umum
1)
Pasien tampak sangat gelisah atau letargik
2)
Pasien mengucapkan, “saya tidak bisa bernafas,” atau
tidak mampu berbicara
3)
Kulit berkeringat, pucat, kebiruan atau kemerahan.
b.
Pola atau frekuensi pernafasan
1)
Frekuensi meningkat > 20 kali atau menurun < 12
kali
2)
Nafas dalam dan megap-megap
3)
Terdapat pola abnormal seperti mengi, krakels (rales)
4)
Rasio inspirasi atau ekspirasi ( I : E ) memanjang
c.
Konfigurasi toraks
1)
Pernafasan menggunakan otot-otot asesori dengan naiknya
klavikula sangat jelas terlihat, peregangan saat ekspansi paru
2.
Distress pernafasan sedang
a.
Penampilan umum
1)
Tampak agak gelisah atau mencoba utnuk meminimalkan
distress pernafasan
2)
Kulit tampak berkeringat, kemerahan atau keabu-abuan
b.
Pola atau frekuensi pernafasan
1)
Frekuensi pernafasan agak meningkat
2)
Rasio inspirasi atau ekspirasi agak sedikit memanjang
c.
Konfigurasi toraks
1)
Sedikit ada kenaikan klavikula
3.
Distress pernafasan ringan
a.
Penampilan umum
1)
Rileks
2)
Dapat mengungkapkan keluhan utama secara detail
3)
Kulit tampak translusen, warna dalam batas anormal
b.
Pola atau frekuensi pernafasan
1)
Normal atau sedikit meningkat
c.
Konfigurasi toraks
1)
Pernafasan toraks atau diagfragma
(*
Dikutip Dari : Wilma J. Phipps et al, Medical
Surgical Nursing : Concept And Clinical Practice, Edisi Ke-5. 2000. St.
Louise. Mosby.)
Rincian
dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan riwayat pernapasan bergantung pada
kondisi klien (misalnya akut, kronis, atau darurat). Ucapkan pertanyaan
sederhana, menggunakan kalimat pendek yang mudah dipahami. Bilamana diperlukan,
ulang pertanyaan untuk memperjelas pernyataan yang tidak dimengerti oleh klien.
Ajukan pertanyaan yang mengarah pada aktivitas sehari-hari klien.
Kumpulkan
riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan
pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1)
manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3)
pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4)
sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.
2.2 Gejala Umum
Keluhan
utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum,
hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan
pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.
a. Dispnea
Dispnea
yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi
yang meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan
system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari
tanda dan gejala lain. Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari
normal yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea.
Klien
yang yang mengalami dispnea
sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi (1) penyakit
kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial atau
alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif,
atau (6) ansietas.
Dispnea
adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerang percabangan trakheobronkhial, parenkim
paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah,
paralise, dan keletihan.
b. Batuk
Batuk
adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang
trakheobronkhial. Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji
waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai
timbul. Identifikasi
faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai
pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi
tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara
normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli
yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan
inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang
paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas
menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan
berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal) ; berdasarkan kualitas
(produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan
batuk pendek).
c. Pembentukan
Sputum
Sputum
secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri atas
lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing dikeluarkan
dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.
Pembentukan sputum disertai dengan
batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum
(jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas
(berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan,
cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring
dalam posisi tertentu.
Warna
dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning
menandakan suatu infeksi.
Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang tergenang, yang umum
ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting
untuk dicatat.
d. Hemoptisis
Hemoptisis
adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat
berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru.
Lakukan
pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna (misalnya merah terang atau
berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada
hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada
hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam.
e. Mengi
Bunyi
mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengi dapat
terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh
tentang mengi, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau
tidak nyaman pada dada.
Minta
klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya
atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi
mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam
jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan
benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.
f. Nyeri
Dada
Nyeri
dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu
sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang
lengkap pada nyeri dada.
Table 2 – 1. Nyeri Dada
Torakal – Pulmonal
SUMBER
|
KARAKTER
|
KEMUNGKINAN PENYEBAB
|
Dinding Dada
|
Sakit konstan
pada tempat yang jelas, meningkat dengan gerakan.
|
Trauma,batuk,
herpes zooster
|
Pleura
|
Tajam, awitan
mendadak, meningkat dengan pernafasan atau dengan upaya ventilasi mendadak
(batuk, bersin) unilateral.
|
Inflamasi
pleural (pleurity), infark pulmonal, pneumotoraks, tumor.
|
Parenkim Paru
|
Tumpul, sakit
konstan, letak tidak jelas.
|
Tumor jinak
pulmonal, karsinoma pneumotoraks.
|
Nyeri
dada terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan nyeri meningkat serta gerakan dinding dada
seperti saat batuk atau bersin dan napas dalam. Pasien yang mengalami nyeri jenis
ini akan mempunyai pola pernapasan cepat dan dangkal dan takut melakukan gerakan.
Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan.
Karakteristik
angina dengan
nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai
nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa
tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam
leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas,
batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat
dinding dada).
2.3 Pengkajian Gejala Umum
Jika
klien menggambarkan gejala pernapasan tertentu, kaji setting, waktu, persepsi
klien, kualitas dan kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk
dan yang meredakan, serta manifestasi yang berkaitan.
Setting
mengacu pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan
lingkungan psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi
hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan di
tempat kerja.
Waktu
menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode
(berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat
spesifik dimana masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari
atau sesak napas berkaitan dengan berbaring telentang pada malam hari.
Persepsi
klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik tentang
keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien misalnya
klien melaporkan “nyeri tajam” pada dada posterior kiri ketika napas dalam.
Kualitas
dan kuantitas masalah harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien
untuk melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama
masalah yang berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan
jumlah sputum yang dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok
makan. Hindari istilah seperti “sedikit” atau “banyak” karena istilah ini
mempunyai arti tidak jelas. Gunakan
skala nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan 10
nyeri terasa paling hebat. Saat
mengkaji batuk gunakan istilah sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta
klien untuk menggambarkan ciri keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.
Lokasi
yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien
mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita
klien berasal dari kelainan jantung atau pernapasan.
Mengenai faktor yang memperburuk dan meredakan, Tanyakan pada klien hal-hal
apa yang dapat menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya. Adakah
keterkaitan aktivitas tertentu dengan gejala yang dialami. Apakah gejala timbul
setelah klien menggunakan obat-obat tertentu.
Manifestasi
yang berkaitan. Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya
dengan keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara
serak. Anda dapat mengenali bahwa menggigil dan demam umumnya menyertai
kelainan paru akibat infeksi, sementara anoreksia dan penurunan berat badan
dapat terjadi pada klien dengan kelainan yang mengarah pada dispnea.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat
kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan
anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan,
misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini
memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data
tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien
tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi
infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas.
Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat
kelahiran bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan
seperti penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.
Tanyakan
klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu
perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan
pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan
apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah
pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting untuk membantu
dalam mengevaluasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang cedera mulut,
hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga,
atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas
atau yang diresepkan.
Tanyakan
klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma,
fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker
paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab
kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek,
bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok
pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
Riwayat Psikososial
Dapatkan
informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi
semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan
kerja dan hobi.
Tanyakan
tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal
serumah. Kondisi kehidupan yang padat
meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap
bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan
riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Tanyakan juga tentang penggunaan alkohol.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta
klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah
yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi
klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas. Kaji masukan gizi selama 24
jam terakhir, minta klien mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.
2.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan dari depan
ke belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga Anda dapat
secara kontinu mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya sebagai
standar perbandingan.
Kondisi
dan warna kulit klien diperhatikan selama
pemeriksaan toraks (pucat, biru, kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan
orientasikan selama pemeriksaan untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.
a. INSPEKSI
Pengkajian
fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat Anda mengamati klien dan respons klien terhadap
pertanyaan. Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang
nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan
penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan rasio inspirasi ke ekspirasi, karena lamanya
ekspirasi normal dua kali dari lamanya inspirasi normal, maka rasio normal
ekspirasi – inspirasi 2 : 1.
Amati pola bicara. Berapa banyak kata atau
kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil napas berikutnya? Klien yang
sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga atau empat kata sebelum
mengambil napas berikutnya.
Inspeksi
dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap
kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan
apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir
dimonyong-kan, atau sianosis membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot
aksesori pernapasan, seperti fleksi otot sternokleidomastoid.
Amati
penampilan umum klien, frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks.
Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum
beralih pada pemeriksaan lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi
dan pola pernapasan, adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum,
perawat dapat menentukan komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk
mengkaji status pernapasan pasien saat ini.
Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru
INSPEKSI
|
NORMAL
|
ABNORMAL
|
Penampilan umum
|
Pernafasan tenang.
Duduk atau bangun bersandar tanpa kesulitan.
Kulit tranlusen, tampak kering.
Bidang kuku merah muda.
Membran mukosa merah muda dan lembab.
Sianosis atau pucat dikaji dengan menetapkan nilai
dasar individual sebelumnya.
|
Bibir monyong ketika menghirup nafas.
Tampak resah dan gelisah.
Condong ke depan dengan tangan dan siku di atas lutut.
Kulit : berkeringat, sedikit pucat atau agak kemerahan.
Sianosis : kulit atau membran mukosa tampak kebiruan.
Sianosis sentral : akibat penurunan oksigenasi darah
Sianosis perifer : akibat vasokontriksi setempat atau
penurunan curah jantung.
Kuku tabuh : perbesaran falang terminale tanpa nyeri
yang berkaitan dengan hipoksia dengan jaringan kronis.
|
Trachea
|
Bagian tengah leher
|
Deviasi trachea : pergeseran tempat baik lateral,
anterior atau posterior.
Distensi vena jugularis
Batuk : kuat atau lemah, kering atau basah, produktif
atau non produktif.
Pembentukan sputum : jumlah, warna, bau, konsistensi
|
Frekuensi
|
Eupneau : 12 sampai 20 kali.
|
Takipnea : frekuensi = 20 kali / menit, bradipnea :
frekuensi = 10 kali / menit.
|
Pola pernafasan
|
Upaya inspirasi minimal : pasif, ekspirasi tenang.
Rasio inspirasi / ekspirasi = 1 : 2 Pria : pernafasan
diafragma, wanita : pernafasan toraks.
|
Hiperpnea : peningkatan kedalaman pernafasan
Pernafasan dengan otot-otot aksesoris.
Apnea : tidak ada pernafasan total.
Biot : irama tak teratur dengan periode apnea.
Kussmaul : pernafasan cepat, dalam dan teratur.
Paradok : bagian dinding dada bergerak ke dalam selama
inhalasi dan keluar selama ekshalasi.
Stridor : bunyi yang terdengar jelas, keras, tidak
nyaring selama inhalasi dan ekshalasi.
|
Konfigurasi toraks
|
Tampak simetris
Diameter anteroposterior (AP) lebih kecil dari diameter
transversal.
Tulang belakang lurus.
Scapula pada bidang horizontal yang sama.
|
Ekspansi dada tak sama
Perkembangan muskuler asimetris
Dada tong : diameter AP meningkat dalam hubungannya
dengan diameter transversal
Kifosis : fleksi ektensi tulang belakang
Scoliosis : peningkatan lengkung lateral
Letak scapula asimetris
|
b. PALPASI
Palpasi dilakukan dengan
menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh.
Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan
medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya
abnormalitas seperti inflamasi.
Perlahan letakan ibu jari
tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari lainnya pada
sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya
sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau
deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan
cepat kembali ke posisi garis tengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau
cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.
Palpasi dinding dada
menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda. Abnormalitas yang ditemukan
saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi
dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi
toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama
palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri
tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi
gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Untuk mengevaluasi ekskursi
toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan tangan pemeriksa diletakkan pada
dinding dada posterior klien (bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa
saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari
lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien
menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri.
Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.
Palpasi dinding dada
posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan vibrasi yang
relatif keras (misalnya tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui
jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas vibrasi pada
kedua sisi dibandingkan terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat teraba di atas
area yang terdapat konsolidasi paru (misalnya pneumonia). Penurunan fremitus
taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang menggerakkan paru lebih jauh
dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks.
Table 2-3. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru
PALPASI
|
NORMAL
|
ABNORMAL
|
Kulit dan
dinding dada
|
Kulit
tak nyeri tekan, lembut, hangat dan kering.
Tulang
belakang dan iga tak nyeri tekan.
|
Kulit
lembab atau terlalu kering
Krepitus—berbunyi
tajam ketika kulit dipalpasi yang disebabkan oleh kebocoran udara dari
paru-paru ke dalam jaringan subkutan
Nyeri
tekan setempat
|
Fremitus
|
Simetris,
vibrasi ringan teraba pada dinding dada selama bersuara
|
Peningkatan
fremitus—akibat vibrasi melalui media padat, seperti pada tumor paru.
Penurunan
fremitus—akibat vibrasi melalui peningkatan ruang dalam dada, seperti pada
pneumothoraks atau obesitas
Fremitus
asimetris merupakan suatu kondisi yang selalu tidak normal
|
Ekspansi
dada lateral
|
Ekspansi
simetris 3 sampai 8 cm
|
Ekspansi
kurang dari 3 cm, nyeri atau asimetris.
|
c. PERKUSI
Perkusi
adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada
dengan tangan. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar,
beralih dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada
posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan
disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.
Perkusi
juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup
napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru
posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak.
Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan
napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua
tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan
lebih panjang pada pria.
Table 2-4. Temuan pada
Pemeriksaan Perkusi Paru
PERKUSI
|
NORMAL
|
ABNORMAL
|
Bidang paru
|
Bunyi resonana
tingkat kenyaringan rendah, menggaung, mudah terdengar, kualitas sama pada
kedua sisi.
|
Hiperesonan :
akan terdengar pada pengumpulan udara atau pneumothoraks.
Pekak atau
datar : terjadi akibat penurunan udara di dalam paru-paru (tumor, cairan)
|
Gerakan dan
posisi diafragma
|
Letak diafragma pada vetebra torakik ke-10, setiap
hemidiafragma bergerak -6 cm.
|
Posisi tinggi—distensi lambung atau kerusakan saraf
frenikus. Penurunan atau tanpa gerakan pada kedua hemodiafragma.
|
d. AUSKULTASI
Auskultasi
adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan mendengarkan
paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter
bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan
atau dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa
pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut,
gaun, atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan
pakaian di bawah stetoskop.
Status patensi
jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi suara
yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas
di seluruh bidang paru, kita
harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui
mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi
dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi
napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas
harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal
disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.
Perubahan dalam
bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk penurunan atau
tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas saling
mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi napas
akan terdengar bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia meningkatkan
densitas (ketebalan) jaringan paru. Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi
napas terjadi bila transmisi gelombang bunyi yang melewati jaringan paru atau
dinding dada berkurang.
2.5 Pengkajian Diagnostik
Prosedur
diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan
dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. jika memang
kondisinya mengharuskan, dibutuhkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif.
Pemeriksaan
pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT scan, pemeriksaan
dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi magnetik). Pemeriksaan
tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik
untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam
kasus tumor.
a. PEMERIKSAAN
RADIOLOGI TORAKS DAN PARU-PARU
Pemeriksaan
radiologi memberikan informasi mengenai (1) status sangkar iga, termasuk tulang
rusuk, pleura, dan kontur diafragma dan jalan napas atas; (2) ukuran, kontur,
dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta, nodus limfe,
dan percabangan bronkhial; (3) tekstur dan tingkat penyebaran udara dari
parenkim paru; dan (4) ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal,
termasuk kavitasi, area fibrosis, dan daerah konsolidasi.
Pemeriksaan
ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk (1) mendeteksi perubahan paru
yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor, inflamasi, fraktur,
akumulasi cairan atau udara, (2) menentukan terapi yang sesuai, (3)
mengevaluasi kesangkilan pengobatan, (4) menetapkan posisi selang dan kateter,
dan (5) memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru. Kaji status kehamilan klien
(untuk klien wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada
radiasi.
b. PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI
Ultrasonografi toraks dapat
memberikan informasi tentang efusi pleural atau opasitas dalam paru.
COMPUTED
TOMOGRAPH (CT)
Klien
dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan media
kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium (Juga disebut zat
warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat warna,
atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur.
c. PEMERIKSAAN
FLUOROSKOPI
Pemeriksaan ini
dilakukan jika dibutuhkan informasi tentang dinamika dada seperti gerakan
diafragmatik, ekspansi dan ventilasi paru, atau kerja jantung. Penggunaan fluoroskopi
termasuk untuk (1) mengamati diafragma saat inspirasi dan ekspirasi, (2)
mendeteksi gerakan mediastinal selama napas dalam, (3) mengkaji jantung,
pembuluh darah dan struktur yang berkaitan, (4) mengidentifikasi abnormalitas
esofagus, dan (5) mendeteksi massa mediastinal.
d. PEMERIKSAAN
ANGIOGRAFI PULMONAL
Pemeriksaan ini
digunakan untuk mendeteksi embolisme pulmonal dan berbagai lesi kongenital dan
didapat pada pembuluh pulmonal. Angiografi pulmonal dilakukan untuk mendeteksi
(1) abnormalitas kongenital percabangan vaskular pulmonal, (2) abnormalitas
sirkulasi vena pulmonal, (3) penyakit sirkulasi vena dan arteri pulmonal
didapat, (4) efek destruktif dari emfisema, (5) keuntungan potensial reseksi
untuk karsinoma bronkhogenik, (6) lesi pulmonal perifer, dan (7) luasnya tromboembolisme
dalam paru-paru. Kaji
status kehamilan klien; klien hamil tidak boleh terpajan pada radiasi.
e. PEMERIKSAAN
BRONKOSKOPI
Pemeriksaan
diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap
abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan.
Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis kanker paru.
f. UJI
FUNGSI PULMONAL
Pemeriksaan
fungsi pulmonal memberikan informasi tentang manifestasi klien dengan mengukur
volume paru, mekanisme paru, dan kemampuan difusi paru. Uji fungsi pulmonal
(UFP) digunakan untuk (1) skrining penyakit pulmonal, (2) evaluasi preoperatif,
(3) mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari ventilator, (4)
pemeriksaan fisiologi pulmonal, (5) mendokumentasikan kemajuan penyakit
pulmonal atau efek terapi, (6) meneliti efek latihan pada fisiologi pernapasan.
Kemampuan
fungsi paru-paru dikaji dengan mengukur properti yang mempengaruhi ventilasi
(statis dan dinamis) dan respirasi (difusi dan perfusi). Penilaian fungsi
pulmonal dilakukan dengan mempertimbangkan variabel-variabel dari setiap
individu yang dievaluasi termasuk: usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan, serta upaya individu dalam melakukan setiap pemeriksaan.
g. PEMERIKSAAN
OKSIMETRI NADI
Oksimetri nadi
adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi oksigen-hemoglobin (SaO2). Meskipun pemeriksaan ini
tidak dapat menggantikan pemeriksaan analisis gas darah, namun pemeriksaan ini
sangat efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan mendadak atau perubahan
kecil saturasi oksigen.
h. PEMERIKSAAN
GAS DARAH ARTERI
Analisis gas
darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah arteri,
pertukaran gas, ventilasi alveolar, dan keseimbangan asam-basa. Dalam pemeriksaan ini,
dibutuhkan sampel darah arteri yang diambil dari arteri femoralis, radialis,
atau brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk
mencegah pembekuan darah. Kaji patensia kedua arteri secara bergantian.
Table 2-5. Gas – gas darah arteri
FUNGSI PERNAFASAN
|
PENGUKURAN
|
NILAI NORMAL
|
Keseimbangan asam –basa oksigenasi
|
pH : konsentrasi ion hydrogen
PaO2 : tekanan parsial kelarutan O2
di dalam darah
SaO2 : persentasi ikatan O2
dengan hemoglobin
|
7,35 – 7,45
80 – 100 mm Hg
95 % - 98 %
|
Ventilasi
|
PaCO2 : tekanan parsial kelarutan CO2
dalam darah
|
38 – 45 mm Hg
|
i. PEMERIKSAAN
SPUTUM
Pemeriksaan
sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran mukosa
saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung organisme penyebab.
Perhatikan dan
catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum. Pemeriksaan sputum mencakup
pemeriksaan :
1.
Pewarnaan
Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang organisme
yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
2.
Kultur
sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan diagnosa defmitif.
Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus dikumpulkan sebelum dilakukan
terapi antibiotik dan setelahnya untuk menentukan kemanjuran terapi.
3.
Sensitivitas
berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik
yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat dalam sputum. Untuk
pemeriksaan ini sputum dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan
kultur dan sensitivitas biasanya diinstruksikan bersamaan.
4.
Basil
tahan asam (BTA) menentukan adanya mikobakterium tuberkulosis, yang setelah
dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol
asam.
5.
Sitologi
membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan sel
dari percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel
malignan. Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel
ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan
sel.
6.
Tes
kuantitatif adalah pengumpulan sputum selama 24 sampai 72 jam.
j. TORASENTESIS
Torasentesis adalah
penusukan jarum ke dalam spasium pleural. Indikasi pemeriksaan torasentesis termasuk:
1.
Pengangkatan
cairan pleural untuk tujuan diagnostik.
a. Pemeriksaan untuk
mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung banding sel, jumlah sel
darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan amilase.
b. Pembuatan kultur dan
pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel abnormal atau malignan.
c. Penampilan umum cairan,
kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak torasentesis harus dipesankan.
2.
Biopsi
pleural.
3.
Pembuangan
cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan mengakibatkan ketidaknyamanan
klien.
4.
Instilasi
antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural
Prosedur.
Prosedur.
Setelah
prosedur, klien biasanya dibaringkan pada sisi yang tidak sakit selama 1 jam
untuk memudahkan ekspansi paru. Kaji tanda vital sesuai ketentuan institusi.
Frekuensi dan karakter pernapasan dan bunyi napas harus dikaji dengan cermat.
Takipnea, dispnea, sianosis, retraksi, atau tidak terdengarnya bunyi napas yang
dapat menandakan pneumotoraks harus dilaporkan pada dokter.
Jumlah cairan
yang dikeluarkan harus dicatat sebagai haluaran cairan. Pemeriksaan ronsen dada
mungkin dilakukan untuk mengevaluasi tingkat reekspansi paru dan pneumotoraks.
Emfisema subkutan dapat menyertai prosedur ini, karena udara dalam rongga
pleura masuk ke dalam jaringan subkutan. Jaringan ini teraba seperti kertas
(krepitus) ketika dipalpasi. Biasanya emfisema subkutan tidak menjadi masalah
kecuali bila terjadi peningkatan dan menghambat organ lain (misalnya trakhea).
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pengkajian riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi
klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan
keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa
yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat
keluarga, dan riwayat psikososial.
Kumpulkan
riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan
pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1)
manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3)
pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4)
sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.
Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum,
hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan
pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.
Pemeriksaan
fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Kondisi
dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru,
kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan
untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.
Prosedur
diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan. Pemeriksaan kultur dan
biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis
gangguan saluran pernapasan atas. Jika memang kondisinya mengharuskan, bisa saja dibutuhkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif. Pemeriksaan pencitraan
termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak,CTscan, pemeriksaan
dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi magnetik)
Daftar Pustaka
Sloane, Ethel (2004).
Anatomi dan Fisiologi Untuk
Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Alsagaff, Hood, Amin, Muhammad, dkk. (2010).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya: Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo.
Griffith M.D. H. Winter. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Penerbit Arcan.
Bersumber dari Http://asuhan-keperawatan-kebutuhan-oksigenasi.html.
[diakses tanggal 5 Desember 2012]
Bersumber dari http://PENGKAJIAN%20SISTEM%20PERNAFASAN%20Ppt%20Presentation.html.
[diakses tanggal 5 Desember 2012]
Bersumber dari http:// pengkajian-pada-sistem-pernapasan.html. [diakses tanggal
5 Desember 2012]
Mukty, Abdul dkk. Pedoman
Diagnosis dan Terapi – Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Your CommEnT........