Kontes SEO Gudangpoker.com

Kunjungi

Selasa, 15 Juli 2014

Contoh Proposal Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang paling banyak terjadi pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003).
Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic obstructive pulmonary disease (WHO, 2003). Infeksi saluran Pernapasan Atas (ISPA) dapat menyebapkan demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan (Bidulh, 2002).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju (WHO, 2003 ).
Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan 150.000 bayi atau Balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).
Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu antara lain: Umur, Jenis Kelamin, Keadaan Gizi, Kekebalan, Lingkungan, Imunisasi Yang Tidak Lengkap dan Pemberian Asi Ekslusif yang tidak sesuai (Depkes, 2002).
Kurangnya pengetahuan ibu tentang Imunisasi pertusis menyebabkan banyaknya balita terkena ISPA, Imunisasi pertusis yakni imunisasi yang diberikan agar balita tidak rentan terkena Infeksi Saluran Pernapasan. Diperkirakan kasus pertusis sejumlah 51 juta dengan kematian lebih dari 600.000 orang, namun hanya 1,1 juta penderita dilaporkan dari 163 negara dalam tahun 1983. Hampir 80 % anak- anak yang tidak di imunisasi menderita sakit pertusis sebelum umur 5 tahun. Kematian karena pertusis, 50 % terjadi pada bayi (umur < 1 tahun).
Berdasarkan laporan puskesmas Suramadu tahun 2012 angka kejadian ISPA pada anak balita sebanyak 1000 balita, 70% rawat jalan, 25% di rawat di puskesmas dan 5% dirujuk ke RS. Kunjungan balita dengan ISPA pada bulan Januari-Mei 2013 sebanyak 500 balita setelah dilakukan identifikasi ternyata hampir 80% balita belum lengkap imunisasi dasar. Kejadian ISPA di sekitar cakupan kerja puskesmas Suramadu tahun 2012 maupun di pertengahan 2013 dimasukkan ke dalam kejadian luar biasa, karena pada 12.500 kejadian ISPA di seluruh Indonesia tahun 2012, 1000 balita diantaranya adalah berasal dari wilayah Suramadu. Balita yang belum lengkap imunisasi dasar cukup banyak, kondisi ini perlu dilakukan penelitian karena menjadi penyumbang terbesar kejadian ISPA di daerah itu.
1.2 Identifikasi Masalah
Faktor Eksternal :
 
 

Kejadian ISPA
 

-          Kelengkapan Imunisasi Dasar
-          Ketepatan Pemberian Asi
-          Status gizi
-          Umur
 
Faktor Internal :
 

-          Lingkungan
-          Pendidikan
-          Kondisi Ekonomi
-          Kebiasaan Hidup Sehat
 
                                                                                 



 



1.2.1 Faktor Eksternal :
-            Lingkungan
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA. Untuk tercapainya tujuan pemberantasan penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor resiko lingkungan

-            Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mampu mencerminkan kemampuan daya intelektual sumber daya manusia dalam berkarya sehingga perlu diperhatikan dalam menelaah potensi dari sekelompok penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan akan berpengaruh kepada pemahaman mereka mengenai kesehatan, termasuk kesehatan bayi dan keluarga. Menurut Azwar (2004) makin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan di bandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama

-            Kondisi ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita.

-          Kebiasaan Hidup Sehat
Kebiasaan hidup sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Kebiasaan hidup sehat sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat. 

1.2.2 Faktor Internal :
-          Kelengkapan Imunisasi Dasar
Dalam suhandayani (2007) dijelaskan bahwa beberapa penelitian yang menjelaskan hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA diantaranya penelitian yang dilakukan Tupasi (1985) menyebutkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sievert (1993) menyebut bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti terhadap pencegahan kejadian ISPA

-          Ketepatan Pemberian Asi
Pemberian ASI pada bayi dan balita sangat berpengaruh pada maturitas sistem imunitas atau sistem kekebalan bayi dan balita. Pemberian ASI yang tidak tepat akan mengganggu kecepatan maturitas sistem imunitas tersebut, jika hal ini terjadi maka bayi atau balita tersebut akan semakin beresiko menderita penyakit. Akibat dari sistem kekebalan yang tidak cepat matang ini lah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya kejadian ISPA.

-          Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normla dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supriasa, dkk, 2002 dalam Suhandayani, 2007). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu (Supriasa, dkk, 2002 dalam Suhandayani, 2007). Dalam arifin (2009) dijelaskan bahwa keadaan gizi merupakan hal yang penting bagi pencegahan ISPA. Dimana kejadian ISPA dapat dicegah bila anak mempunyai gizi yang baik, mendapatkan ASI sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi, bayi mendapatkan makanan padat sesuai dengan umurnya serta bayi dan anak mendapatkan makanan yang mengandung gizi cukup yaitu mengandung ckupu protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

-          Umur
Umur mempunyai pengaruh besar terhadap ISPA dimana pada anak bayi memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Alasagaf dan Mukti, 2008 dalam Saftari, 2009). Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi, semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan ISPA (Suwendra, 1988 dalam Suhandayani, 2007).

1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, karena luasnya faktor yang mempengaruhi masalah, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti, terbatasnya sarana dan dana serta kemampuan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu hanya meneliti pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar terhadap kejadian ISPA yang terjadi di daerah cakupan kerja Puskesmas Suramadu pada tahun 2013.
1.4 Rumusan masalah :
1.4.1 Apakah ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA?
1.4.2 Apakah ada perbedaan antara balita yang di imunisasi dasar lengkap dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
1.4.3 Apakah ada pengaruh antara kelengkapan imunisasi terhadap kejadian ISPA?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1   Tujuan Umum:
Diketahuinya pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada balita di puskesmas suramadu tahun 2013
1.5.2 Tujuan khusus:
1.5.2.1 mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar
1.5.2.2 mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita
1.5.2.3 menganalisis pengaruh antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1        Imunisasi Dasar
a.       pengertian imunisasi dasar, waktu pemberian imunisasi
b.      manfaat imunisasi dasar
c.       tujuan imunisasi
d.      macam-macam imunisasi dasar
e.       efek samping imunisasi
f.       cara dan waktu pemberian imunisasi
g.      indikasi dan kontraindikasi pemakaian imunisasi
2.1.2        Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
a.       pengertian ISPA
b.      faktor-faktor penyebab ISPA
c.       gejala ISPA
d.      dampak ISPA
e.       penatalaksanaan ISPA
f.       pencegahan ISPA
2.1.3        Pengaruh Imunisasi Dasar pada kejadian ISPA

2.2      Kerangka Konsep
                                       






Kejadian ISPA disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain faktor dari lingkungan, pendidikan, kondisi ekonomi, dan kebiasaan hidup. Sedangkan faktor internal adalah kelengkapan imunisasi dasar, ketepatan pemberian ASI, status gizi, dan umur.
Dalam penelitian tersebut peneliti membatasi masalah dengan penyebab kelengkapan imunisasi dasar sehingga dalam penelitian hanya akan dijelaskan pengaruh mengenai kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA.

2.3      Hipotesis
2.3.1   Terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA
2.3.2   Terdapat perbedaan antara balita yang diimunisasi dasar lengkap dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap
2.3.3   Terdapat pengaruh antara kelengkapan imunisasi terhadap kejadian ISPA




















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakkan rancangan penelitian analitik observasional.
3.2 Kerangka kerja






                                   

   











3.3 Identifikasi Variabel
Variabel dependent                     : Kelengkapan imunisasi dasar
Variabrel Independent     :           : Kejadian ISPA pada balita
3.4 Definisi Operasional
VARIABEL
DEFINISI OPEASIONAL
KRITERIA
SKALA
Kelengkapan Imunisasi Dasar










Kejadian ISPA pada balita




Adalah kelengkapan imunisasi dasar pada balita yang didapatkan dari catatan imunisasi di puskesmas setempat
-waktu pemberian
-tempat mendapatan imunisasi
-kelengkapan imunisasi dasar yang di dapat
-tenaga kesehatan yang memberi pelayanan

Adalah jumlah kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di puskesmas setempat
1= melakukan imunisasi dasar <50 o:p="">
2= melakukan imunisasi dasar secara lengkap








1= tinggi,bila kejadian ISPA diatas 50% dari jumlah balita diwilayah kerja puskesmas suramadu
2= sedang, bila kejadian ISPA 25-30% dari jumlah balita di wilayah kerja puskesmas suramadu
3= rendah, bila kejadian ISPA                      <25 b="" balita="" dari="" di="" jumlah="" kerja="" puskesmas="" suramadu="" wilayah="">
Nominal












Ordinal















3.5 Sampling Desain
a.Populasi
500 balita dengan ISPA di wilayah kerja puskesmas suramadu pada bulan januari hingga  mei 2013.
b. Sampel
balita ISPA di desa A,B,C dan D

c. Besar Sampel
Peneliti mencari besar sampel dengan cluster random sampling
d. Tehnik Sampling
populasi = 500 balita
sampel = 300 balita
-Desa A =  x 300 = 75
-Desa B =  x 300 = 120
-Desa C =  x 300 = 60
-Desa D =  x 300 = 45

3.6  Pengumpulan Data
a. pengumpulan data 
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara kuisioner .
b. pengolahan data dan analisis data

3.7  Etika Penelitian
Peneliti  mengunakkan etika penelitian  Anonymity saat responden mengisi kuisiner
3.8  Keterbatasan

3.9  Waktu dan Tempat Penelitian
a. waktu penelitian :  Agustus 2013
b. Tempat Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Suramadu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your CommEnT........